Makalah Mudharabah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrowi tidak lepas dari pada tujuan (maqosyid) dari apa yang
akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan
sudut pandang manusia itu sendiri terhadap esensi dari apa yang hendak ia
peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan sekali proses
untuk menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari
manusia sendiri yang terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada
pemenenuhan hak pribadi dan mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa
individu ataupun masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan
lil-alamin mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga norma-norma
yang diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah keadilan dan kejujuran
dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu,
sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Maka tidak jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat
dalam kitab suci Al-Quran yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sangat
jelas sekali menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan
dan bisnis yang jujur dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan,
menafkahi keluarga, dan memberikan sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak
memakai prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi
hasil dalam perbankan syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad,
yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah. Didalam
makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah.
Bank syariah juga mengadakan pembiayaan dalam bentuk jual beli,
berbeda dengan bank konvensional yang tidak ada transaksi jual beli,
didalam bank syariah ada 3 macam, yaitu bai’ al-murabahah, bai’ al-istisna dan
bai’ as-salam.
Mudharabah merupakan satu pembahasan yang banyak diungkap dalam
kitab-kitab fiqh klasik. Dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin
mencuat seiring perkembangan perbankan syari’ah. Dalam lembaga perbankan
syari’ah itu, Mudharabah menjadi salah satu kunci penting dalam
kajian-kajian lebih komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Apa yang dikenal
dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif sistem bunga dalam perbankan
konvensional, sejatinya, dari term Mudharabah ini.
Semua rasanya sepakat bahwa Mudharabah mengandung nilai-nilai
luhur kemanusiaan dan perwujudan prinsip keadilan dalam sebuah usaha
ekonomi. Heterogenitas tingkat kemakmuran hidup manusia bagian dari
realitas kehidupan yang tak terbantahkan sepanjang masa. Mudharabah ada untuk
memberikan kesempatan agar heterogenitas itu tidak terlampau curam
menghubungkan golongan kaya dengan masyarakat miskin. Namun, eksistensinya
dalam dunia modern belum menampakan kontribusi yang signifikan. Perbankan
syari’ah sebagai penopang Mudharabah tidak dapat berbuat banyak untuk
memberdayakannya. Ada apa dengan Mudharabah Dan mengapa dengan perbankan syari’ah
dalam prakteknya.
Bahasa arab merupakan bahasa suci al-Qur’an Arab adalah salah
satu bahasa tertua di dunia. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang awal
mula munculnya bahasa Arab. Teori pertama menyebutkan bahwa manusia pertama
yang melafalkan bahasa Arab adalah Nabi Adam’alaihissalâm. Analisa
yang digunakan Nabi Adam alaihissalam (sebelum turun ke bumi) adalah
penduduk surga, dan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa bahasa penduduk surga
adalah bahasa Arab, maka secara otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adamalaihissalam adalah
bahasa Arab dan tentunya anak-anak keturunan Nabi Adam alaihissalam pun
menggunakan bahasa Arab. Itulah salah satu sebab bahasa arab menjadi
bahasa suci al-Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari Mudharabah ?
2. Apa
saja Rukun dan Syarat Mudharabah ?
3. Bagaimana
jika Mudharabah itu batal dilakukan ?
C. Tujuan
Masalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan
dengan tujuan agar Mahasiswa mengetahui apa itu Mudharabah, Rukun dan Syarat
Mudharabah serta Pembatalan Mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul
atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan
perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (الْأَرْض ضرب فِي ِ). Allah SWT berfirman :
”Dan
mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah
SWT.” (Al-Muzammil : 20)
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah,
sedangkan penduduk Hijaz menyebutnya qiradh. Qiradh berasal dari kata
al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian
hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah. Di dalam
Al-Quran, kata mudharabah tidak disebutkan secara jelas dengan istilah
mudharabah. Al-Quran hanya menyebutkannya secara musytaq dari kata dharaba yang
terdapat sebanyak 58 kali.
Beberapa
ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak
(orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak
lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan,
seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba,
satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan,
di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)”.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat
pemilik harta menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang
berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui”.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang
menentukan seseorang menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk
ditijarahkan”.
Syaikh
Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah:
“Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan
bersama-sama.”
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat
bahwa Mudharabah ialah: “Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan
di dalmnya diterima penggantian.”
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah “akad antara dua belah
pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan
dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian”.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah ”Akad keuangan untuk
dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat bahwa hasil keuntungan
yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan
bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila terjadi kerugian akan
ditanggung shahibul maal.
Secara etimologi, kata mudharabah berasal dari kata dharb yang
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih
tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara terminologi, merujuk Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), mudharabah adalah akad kerja sama suatu
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahibul al maal, bank)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam literatur lain, Mudharabah
adalah Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang
(sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan/diusahakan. Laba
dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
B. Landasan Hukum
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam
berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
1. Al-Qur’an
Ayat-ayat
yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain :
”Dan mereka
yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah
SWT.” (QS. Al-Muzammil : 20)
“Apabila telah ditunaikan sholat,
bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS.
Al-Jumu’ah : 10)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”(QS. Al-Baqarah : 198)
2. As-Sunah
Di antara
hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda yang artinya :
“Tiga
perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan
qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan
jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibnu Majah
dari Shuhaib)
3. Ijma’
Di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan
bahwa jamaah dari sahabat yang menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah.
Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.
4. Qiyas
Mudharabah di qiyaskan Al-Musyaqah (menyuruh seseorang
untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada juga
yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan
hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi
tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain
untuk memenuhi kedua golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan mereka.
C. Rukun
dan Syarat Mudharabah
Syarat yang
harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta
atau Modal
a. Modal
harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal
harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal
harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus
jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan
rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian
keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau
sebagian modal kepada shahib al-mal.
Sedangkan
menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua
pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib);
Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan
orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan
mewakili.
2. Materi
yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal),
usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
tersebut), keuntungan;
3. Sighat, yakni
serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan
menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul).
Sedangkan
menurut Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5. Dan
2 Orang akad
D. Sebab-sebab
Batalnya Mudharabah.
Mudharabah
menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak
terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang
tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan
upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin
pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk
diberi upah. Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah
hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya.
Karena mudharibdalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat
dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2. Pengelola
atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya
dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk
menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola
meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan
menjadi batal. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban
mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang
diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang
disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik modal dapat
menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap membagi keuntungan
yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk‘urudh (barang
dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena
yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan
penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa
menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak
dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy
Syafi’i dan Hambali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul
atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan
perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (الْأَرْض ضرب فِي
Ulama fiqih
sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunah,
Ijma’, dan Qiyas.
Syarat yang
harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta
atau Modal
2. Keuntungan
Rukun
mudharabah menurut Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5. Dan 2
Orang akad
DAFTAR
PUSTAKA
Asy-Syarbini,
Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, Juz II
Syafei, Rachmat, Fiqih
Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani, Alauddin, Bada’i
As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI
Sabiq,
Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta :
Al-I’tishom, 2008)