Makalah Teori Biaya Minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama (EFISIENSI SISTEM PRODUKSI RIBA DAN SISTEM BAGI HASIL)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori biaya merupakan
kumpulan dari penalaran, gagasan, dan penjelasan lain yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku biaya. Pertama, fokus
pembahasannya adalah beban yang harus ditanggung. Kedua, perilakunnya hampir
sama. Jadi apabila biaya produksi kita gunakan disini sering kali dimaksudkan
juga untuk mencakup biaya pemasaran. Selanjutnya teori biaya biasanya disusun
atas dasar anggapan bahwa biaya penyediaan barang bagi konsumen sebagian besar
adalah biaya produksi.
Apabila biaya pemasaran
dibedakan dari biaya produksi dan dibahas secara terpisah, tidah akan merusak
pola penalaran yang telah kita letakkan. Maka pada kesempatan kali ini
pemakalah akan membahas tentang “Teori Biaya Islam” yang bertujuan untuk
memahami tentang teori-teori biaya yang berdasarkan syariat Islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
analisis biaya?
2. Bagaimana cara
meminimalisasikan biaya untuk memproduksi jumlah yang sama?
3. Bagaimana cara
memaksimalkan produksi tanpa kenaikkan atau perubahan biaya?
C.
Tujuan
1. Untuk memahami tentang analisis
biaya
2. Untuk mengtahui cara
meminimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
3. Untuk mengetahui cara memaksimalkan
produksi tanpa kenaikan atau perubahan biaya
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Biaya
Menurut Sudarsono biaya
dalam pengertian ekonomi mempunyai pengertian ekonomi adalah semua beban yang
harus ditanggung untuk menyediakan barang agar siap dipakai konsumen. Jadi dari keterangan
di atas dapat disimpulkan bahwa analisis biaya adalah suatu teknik yang
digunakan untuk membandingkan berbagai biaya yang terkait dengan investasi dan
manfaat yang ingin di dapatkan.
Menurut Soeharno yang
dimaksud biaya produksi yaitu semua pengeluaran yang digunakan dalam proses
produksi untuk menghasilkan barang atau jasa. Menurut Sadono Sukirno,
yang dimaksud dengan biaya produksi yaitu semua pengeluaran yang dilakukan oleh
perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang
akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan
tersebut.
Menurut Yoopi Abimanyu
teori biaya merupakan fundamental atau framework dari teori supply karena teori
biaya menentukan apakah suatu perusahaan akan berproduksi atau tidak dan berapa
produksinya. Menurutnya analisis teori biaya dibagi menjadi empat bagian, yaitu sebagai
berikut:
1. Konsep dasar
a. Biaya fixed dan
biaya variable
Dalam jangka pendek,
ada input-input yang fixed. Karena input-input ini harus dibayar tanpa
memperdulikan jumlah output, pembayarannya konstan. Biayanya disebut fixed
cost. Contohnya angsuran hutan bulanan. Dalam jangka panjang, semua input
menjadi variabel. Biayanya disebut variabel cost. Bila output naik, input juga
naik. Jadi, bila output naik, biaya variabel naik. Contohnya adalah tenaga
kerja, sumber daya, atau modal.
b. Biaya
eksplisit dan biaya implisit
Biaya implist adalah
jumlah yang sebenarnya bisa diterima akibat alternatif penggunaan dari waktunya
sang pemilik / manajer dan dari sumber daya. Biaya mplisit harus ditambahkan
kebiaya eksplisit untuk mendapatkan biaya total (total cost). Sedangkan biaya
eksplisit, yaitu biaya untuk membayar tenaga kerja, modal, dan lain-lain.
2. Konsep biaya
jangka pendek
a. Total
cost jangka pendek
Short – run Total Cost
= Fixed Cost + Variable Cost (dalam jangka pendek). Dalam jangka pendek
terdapat input yang fixed, dimana biaya pembeliannya adalah fixed cost. Input
sisanya dalah variabel dan biayanya adalah variabel cost. Jumlah total fixed
dan variabel (baik eksplisit maupun implisit) adalah short – run total
cost.
Kurva diatas
menunjukkan kurva total cost dalam jangka pendek untuk setiap unt
output dengan beberapa input yang fixed. Bila output nol, total fixed cost
adalah F. Ini adalah jumlah biaya fixed input yang harus dibayar berapa pun
tingkat output. Total variabel cost adalah short – run total
cost dikurangi total fixed cost.
b. Average
cost dan marginal cost jangka pendek
Average total cost
mencapai minimum pada saat output mencapai Q3, dimana Q3lebih besar dari Q2 (Q2
adalah nilai minimum dari average variabel cost / AVC). Hal ini terjadi karena
ATC = AFC + AVC. Karena AFC makin lama makin kecil, dengan demikian AVC makin
lama mendekati ATC pada saat output naik.
c. Hubungan
antara biaya jangka pendek dan produksi
Tabel Hubungan antara Biaya dan Produksi
(asumsi : wage / upah = 100)
T.K
|
Output (Q)
|
AP
|
MP
|
TVC
|
AVC
|
MC
|
3
|
32
|
-
|
300
|
9.38
|
-
|
|
4
|
40
|
10
|
8
|
400
|
10.00
|
12.5
|
Berdasarkan asumsi
bahwa gaji T.K adalah 100 untuk 3 TK, TVC = 3*100 = 300, untuk produksi 40
output (dengan menggunakan 4 TK), TVC = 4*100 = 400. Dengan demikian, AVC untuk
output (Q) = 40 adalah TVC / Q = 400 / 40 = 10. Karena AVC = TVC / Q = (L*W) /
(L*AP) = (4*100) / (4*10) = 100 / 10 = W / AP, maka AVC = W / AP.
Untuk AVC, pada saat AP
naik (dengan asumsi W konstan), AVC akan turun. Pada saat AP turun, AVC akan
naik. Karena AP mula-mula naik, mencapai maksimum, kemudian turun, maka AVC mula-mula
turun, mencapai minimum, kemudian naik. Jadi, karena AP bentuknya
maka AVC bentuknya
.


3. Konsep biaya
jangka panjang
Yang dimaksud dengan
jangka panjang (long - run) adalah keadaan dimana semua input adalah variabel.
Jadi, salah satu keputusan yang harus diambil oleh pemilik perusahaan atau
manajer adalah skala perusahaan, jadi seberapa besar perusahaannya.
a. Dari fungsi
produksi menjadi grafik biaya
Asumsi dasar disini adalah:
ü Jumlah
penggunaan input tidak akan mempengaruhi harga input yang harus dibayar (harga
input konstan).
ü Manajer
dapat mencari “expansion path” karena fungsi produksi untuk
masing-masing level output dapat dicari.
Tabel Biaya Jangka Panjang (Long – run
Cost)
Di mana TK @ 5 dan Kapital @ 10
Output (Q)
|
Least – cost Usage
|
Total Cost
|
Average Cost
|
Marginal Cost
|
|
TK
|
Kapital
|
||||
100
|
10
|
7
|
120
|
120
|
1.20
|
200
|
12
|
8
|
140
|
0.70
|
0.20
|
300
|
20
|
10
|
200
|
0.67
|
0.60
|
400
|
30
|
15
|
300
|
0.75
|
1.00
|
500
|
40
|
22
|
420
|
0.84
|
1.20
|
600
|
52
|
30
|
560
|
0.93
|
1.40
|
700
|
60
|
42
|
720
|
1.03
|
1.60
|
Kolom 1 adalah output,
kolom 2 dan 3 adalah kombinasi optimal dari kapital dan tenaga kerja per unit
output pada harga input yang given (tertentu). Kombinasi ini memberi 7 titik
pada expansion path. Kolom 4 adalah total cost pe unit.
Kurva LRTC ini
di-derive dari expansion path O P’ B’ R’ S’. Setiap titik pada LRTC di-derive
dengan cara yang sama. Sudah tentu dalam jangka panjang perusahaan bisa saja
menggunakan berbagai jumlah dan kombinasi input untuk produksi output.
Total jangka panjang
atau long – run total cost (LRTC) adalah least cost (biaya minmum), dimana
masing-masing tingkat output dapat dihasilkan melalui berbagai kombinasi jumlah
input dengan biaya minimum.
b. Aberage
cost dan marginal cost jangka panjang
Average
cost jangka panjang atau long – run average cost (LRAC)
= long – run total cost dibagi dengan output (Q), atau long – run
marginal cost (LRMC) =
LRTC /
Q.


c. Economies dan diseconomies
of scale
Dengan asumsi harga
input konstan, adanya increasing returns to scale mengakibatkan kurva average
cost (AC) turun. Hal ini disebut economies of scale. Sebaliknya, decreasing
returns to scale mengakibatkan kurva average cost (AC) naik. Hal ini disebut
diseconomies of scale.
Contohnya, pada
increasing return to scale. Bila input naik 2 kali, output akan naik lebih
besar dari 2 kali (misalnya 4 kali). Jadi, dengan kenaikan total biaya (TC)
sebesar 2 kali, output (Q) akan naik 4 kali (asumsinya harga input tetap).
Akibatnya average cost (AC) turun atau TC / Q turun.
Bila ada decreasing
returns to scale, kenaikan input sebesar 2 kali akan mengakibatkan kenaikan output
lebih kecil dari 2 kali (misalnya 1 kali). Jadi dengan kenaikan total biaya
(TC) sebesar 2 kali, output (Q) hanya naik 1 kali. Akibatnya average cost (AC)
akan naik atau TC / Q naik.
Pada prinsipnya,
increasing returns to scale mengakibatkan eonomies of scale dimana long – run
average cost (LARC) turun. Jadi, sesudah mengoptimalkan penggunaan input, biaya
produksi turun, meskipun perusahaan meningkatkan output.
4. Hubungan antara
jangka pendek dan jangka panjang
Menurut Adiwarman A
Karim dalam analisis biaya, faktor penggunaan modal sangat menjadi perhatian,
karena dalam kenyataan ada beberapa sumber modal yang digunakan produsen,
sedangkan karakter dari biaya modal sangat tergantung dari sumber penggunaan
modal tersebut. Contohnya penggunaan sumber modal yang berbasis bunga
tentunya berbeda dengan sumber modal yang berbasis syirkah.
Menurut Adiwarman A
Karim komponen biaya dapat dibagi menjadi tiga yaitu biaya tetap (fixed
cost, FC), biaya variabel (variable cost, VC), dan biaya keseluruhan
(total cost, TC). Sedangkan komponen penerimaan merupakan penerimaan
keseluruhan (total revenue, TR). Analisis yang paling fundamental untuk
menerangkan analisis biaya adalah adanya fungsi hubungan antara biaya produksi
dan tingkat output yang akan dicapai dalam satu periode. Dengan kata lain,
fungsi biaya akan dipengaruhi oleh berapa besar output yang diproduksi.
Sedangkan bila kita
bandingkan formula di atas dengan fungsi output, Maka dapat dikatakan bahwafungsi biaya tidak lain adalah turunan dari fungsi output produksi. Fixed cost
besarnya tidak dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang
dihasilkan. Oleh karena itu, kurva FC digambarkan sebagai garis horizontal:
berapapun output yang dihasilkan, biayanya tetap. Sedangkan nilai variabel cost
akan semakin meningkat setiap kali ada penambahan input.
Dengan demikian kurva AC berlereng
positif ke kanan. Sedangkan total cost adalah penambahan antara AC dan FC.
Variable cost besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak output yang
dihasilkan. Misal untuk 1 kg beras yang dihasilkan diperlukan biaya Rp 1000,00.
Berarti untuk memproduksi 2 kg beras, biayanya Rp 2000,00, dan seterusnya.
Menurut David C. Colander dalam bukunya
yang berjudul Microeconomiesmenggunakan analisis biaya dalam dunia
nyata yaitu :
Terlalu sering
mahasiswa berjalan dan belajar ekonomi pengantar berpikir bahwa
analisis biaya adalah topik yang relatif mudah. Menghafal nama-nama, bentuk,
dan hubungan dari kurva, dan anda bebas. Dalam model buku teks, itu benar.
Dalam kehidupan nyata itu tidak, karena proses produksi aktual ditandai dengan
economies of scope, belajar dengan melakukan dan perubahan teknologi, banyak
dimensi, tidak terukur, biaya, biaya bersama, biaya terpisahkan, ragu-ragu,
asimetri, dan beberapa perencanaan dan
penyesuaian banyak dengan periode
berbeda yang berjalan singkat. Dan ini adalah daftar singkat.
Dari pernyataan
David tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar ekonomi dalam topik dan
kehidupan nyata itu berbeda. Dalam topik kita membahas, menghafal nama-nama,
bentuk, dan hubungan dengan kurva. Sedangkan dalam kehidupan nyata itu berbeda,
karena dalam kehidupan nyata itu melalui banyak proses, perencanaan, dan
penyesuaian.
B. EFISIENSI
PRODUKSI DAN SKALA EKONOMI
Dalam sistem ekonomi suatu sistem
produksi dikatakan lebih efisien bila memenuhi salah satu dari kriteria ini :
a.
Minimalisasi
biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
b.
Maksimalisasi
produksi dengan jumlah biaya yang sama.
Dengan
kriteria ini mari kita lihat mana yang lebih efisien sistem produksi dengan
sistem bunga atau dengan sistem bagi hasil.
a.
Minimalisasi Biaya
Untuk Memproduksi Jumlah Yang Sama
Untuk melihat ini, kita gunakan kurva
total cost yang membandingkan antara total
cost sistem bunga dengan total cost sistem bagi
hasil. Sebgaimana dijelaskan terdahulu,total cost sistem bunga akan
lebih tinggi dari pada sistem total cost bagi hasil.
Pada kurva dibawah ini secara grafis, total
cost sistem bagi hasil digambarkan dengan TC,
sedangkan total cost sistem bunga digambarkan
dengan TCi. Dibawah ini adalah kurva untuk
mengilustrasikan perbandingan efesiensi TC dan TCi. Untuk dapat
memahami kurva dibawah ini maka perhatikanlah langkah-langkah berikut.
Pertama pada kurva dibawah ini ada sumbu X yang
menggambarkan tingkat produksi yang sama (Q). Dan sumbu Y yang menggambarkan
total biaya yang sama (TC). Pada sumbu X ambilah titik mana saja sebagai titik
yang menggambarkan tingkat produksi yang sama (Q yang sama). Kemudian tariklah
garis vertikal sampai memotong TC dan TCi. Untuk masing masing
perpotongan antara garis vertikal dengan TCi dan TCrs/ps, tariklah
garis horizontal ke sumbu Y.
Dari kurva diatas ternyata untuk tingkat produksi
yang sama (Q yang sama), total biaya sistem bagi hasil TCrs/ps selalu
lebih kecil dibandingkan total biaya dengan sistem bunga (TCi).
Jadi menurut kreteria ini, produksi dengan sistem bagi hasil lebih
efesien dibandingkan dengan sistem bunga.
b. Maksimalisasi Produksi Tanpa Kenaikan
Atau Perubahan Biaya
Untuk melihat ini, kita gunakan kurva
total cost yang membandingkan antara total
cost sistem bunga dengan total cost sistem
bagi hasil. Sebgaimana dijelaskan terdahulu,total cost sistem
bunga akan lebih tinggi dari pada sistem total cost bagi
hasil.
Pada kurva dibawah ini secara grafis, total
cost sistem bagi hasil digambarkan dengan TC, sedangkan total
cost sistem bunga digambarkan dengan TCi. Dibawah ini
adalah kurva untuk mengilustrasikan perbandingan efesiensi TC dan TCi. Untuk
dapat memahami kurva dibawah ini maka perhatikanlah langkah-langkah berikut.
Pertama pada kurva dibawah ini ada sumbu X yang
menggambarkan tingkat produksi yang sama (Q). Dan sumbu Y yang menggambarkan
total biaya yang sama (TC). Pada sumbu Y ambilah titik yang diatas garis FCi.
Kemudian tarik garis horizontal sampai memotong TC dan TCi, tariklah
garis vertikal ke bawah ke sumbu X.
Dari kurva diatas ternyata untuk total
cost yang sama (TC yang sama), jumlah produksi sistem bagi
hasil (Q) selalu lebih besar dibandingkan dengan sistem bunga(Qi).Jadi menurut kreteria ini, produksi dengan sistem bagi hasil lebih efesien
dibandingkan dengan sistem bunga.
C. Implikasi
lain : Skala Ekonomi
Dari segi efisiensi produksi kita
telah menunjukan bahwa produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien.
Sekarang kita akan melihat implikasi lain, yaitu skala ekonomi. Untuk melihat
ini, kita gunakan kuva total revenue yang membandingkan total revenue
sistem bagi hasil dengan total revenue sistem bunga.
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, total revenue sistem bagi hasil akan
berputar kearah jarum jam, sedangkan total revenue sistem bunga tetap pada
tempatnya tidak berputar . secara grafis, total revenue sistem bagi hasil
digambarkan dengan TRrs, total revenue untuk sistem bagi keuntugan (profit
sharing) dinotasikan dengan TRps.
Ambilah titik mana saja pada sumbu Y
sebagai titik yang menggambarkan total revenue yang sama (TR yang sama).
Kemudian tariklah garis horizontal sampai memotong TR dan TRrs. Untuk
masing-masing perpotongan antara garis horizontal dengan TR dan TRrs, tariklah
garis vertical kebawah ke sumbu X. ternyata untuk total revenue yang sama (TR
yang sama), jumlah produksi sistem bagi hasil (Q) selalu lebih besar
dibandingkan jumlah produksi dengan sistem bunga (Qi). Jadi sistem bagi hasil
bukan saja lebih efisien, tetapi juga akan mendorong produsen untuk berproduksi
pada skala ekonomi yang lebih besar.
D. Sistem Ekonomi Ribawi
Salah satu
penyebab utama munculnya krisis ekonomi dan keuangan di berbagai belahan dunia
adalah praktek ribawi dan spekulasi finansial dalam aktivitas perekonomian.
Islam dengan tegas mengharamkan riba dan spekulasi tersebut untuk
dipraktekkan dalam sistim ekonomi umatnya. Inilah yang menjadi
pembeda utama antara sistim ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional. Ekonomi kapitalisme secara nyata menghalalkan bunga
dan praktek spekulasi.
Pengharaman riba
menurut ekonomi Islam memiliki argumentasi yang rasional. Afzalur
Rahman dalam buku Economic Doctrines in Islam, telah
memaparkan secara mendalam dan komprehensif tentang alasan-alasan larangan
bunga dalam perekonomian. Demikian pula dalam buku Muhammad sebagai
Pedagang (Muhammad as A Trader), Afzalur Rahman juga menjelaskan
keburukan sistem bunga dalam perekonomian.
Menurut Prof.
A. M. Sadeq (1989) dalam artikelnya "Factor Pricing and Income
Distribution from An Islamic Perspective" yang dipublikasikan
dalam Journal of Islamic Economics, menyebutkan bahwa pengharamkan
riba dalam ekonomi, setidaknya, disebabkan oleh :
Pertama, sistim ekonomi
ribawi telah menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi para
pemberi modal (bank) yang pasti menerima keuntungan tanpa mahu tahu apakah para
peminjam dana tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para peminjam
dana mendapatkan untung dalam bisnisnya, maka persoalan ketidakadilan mungkin
tidak akan muncul. Namun, bila usaha bisnis para peminjam modal bankrut, para
peminjam modal juga harus membayar kembali modal yang dipinjamkan dari pemodal
plus bunga pinjaman. Dalam keadaan ini, para peminjam modal yang sudah bankrut
seperti sudah jatuh di timpa tangga pula, dan bukankah ini sesuatu yang sangat
tidak adil?
Kedua, sistim ekonomi
ribawi juga merupakan penyebab utama berlakunya ketidakseimbangan antara
pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar yang diperoleh para peminjam yang
biasanya terdiri dari golongan industri raksasa (para konglomerat) hanya
diharuskan membayar pinjaman modal mereka plus bunga pinjaman dalam jumlah yang
relatif kecil dibandingkan dengan milyaran keuntungan yang mereka peroleh.
Padahal para
penyimpan uang di bank-bank adalah umumnya terdiri dari rakyat menengah ke
bawah. Ini berarti bahwa keuntungan besar yang diterima para konglomerat dari
hasil uang pinjamannya tidaklah setimpal dirasakan oleh para pemberi modal
(para penyimpan uang di bank) yang umumnya terdiri dari masyarakat menengah ke
bawah.
Ketiga, sistim ekonomi
ribawi akan menghambat investasi karena semakin tingginya tingkat bunga dalam
masyarakat, maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi.
Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank-bank karena
keuntungan yang lebih besar diperolehi akibat tingginya tingkat bunga.
Keempat, bunga dianggap
sebagai tambahan biaya produksi bagi para businessman yang menggunakan modal
pinjaman. Biaya produksi yang tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk
menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi pula. Melambungnya tingkat
harga, pada gilirannya, akan mengundang terjadinya inflasi akibat semakin
lemahnya daya beli konsumen. Semua dampak negatif sistim ekonomi ribawi ini
secara gradual, tapi pasti, akan mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat.
Kehadiran krisis ekonomi tentunya tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi
ribawi seperti disebutkan di atas.
Bagaimana
skenario sistem ekonomi ribawi akan menggerogoti sendi-sendi ekonomi umat,
secara detail dapat disebutkan sebagai berikut.
Dalam dunia perbankan yang menganut
sistim ribawi tingkat bunga dijadikan acuan untuk meraih keuntungan para
pemberi modal. Bank tidak mau tahu apakah para peminjam memperoleh keuntungan
atau tidak atas modal pinjamannya, yang penting para peminjam harus membayar
modal pinjamannya plus bunga pinjaman. Semakin tinggi tingkat bunga dalam
sebuah negara, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh para
pemberi modal dan semakin merusak sendi-sendi ekonomi umat akibat dampak
negatif sistim ekonomi ribawi dalam masyarakat.
Demikian pula, akibat terlalu
tingginya tingkat bunga yang dibebankan kepada para peminjam, maka semakin
sukarnya para peminjam untuk melunasi bunga pinjamannya. Apalagi dalam sistim[2]ekonomi konvensional, biasanya pihak bank
tidak terlalu selektif dalam meluncurkan kreditnya kepada masyarakat. Pihak
bank tidak mahu tahu apakah uang pinjamannya itu digunakan pada sektor-sektor
produktif atau tidak, yang penting bagi mereka adalah semua dana yang tersedia
dapat disalurkan kepada masyarakat. Sikap bank yang beginilah yang menyebabkan
semakin tingginya kredit macet dalam ekonomi akibat semakin menunggaknya hutang
peminjam modal yang tidak sanggup dilunasi ketika jatuh tempo kepada pihak
bank. Akibatnya, bank-bank akan memiliki defisit dana yang dampaknya sangat
mempengaruhi tingkat produksi dalam masyarakat.
Tak
bias dibantah bahwa Interest rate (bunga) merupakan faktor
yang sangat menentukan akan ketidak stabilan ekonomi dunia saat ini.
Menurut Friedman (1982) sebagaimana yang dikutip Umer Chapraattributed the
unprecedentedly erratic behavior of the US economy to the behavior of interest
rates.Tingginya volatilitas dari interest rate mengakibatkan tingginya
tingkat ketidakpastian (uncertainty) dalam financial market sehingga investor
tidak berani untuk melakukan investasi-investasi jangka panjang. Akibat dari
ketidak pastian ini menggiring borrower maupun lender lebih mempertimbangkan
pinjaman maupun investsi jangka pendek yang pada gilirannya membuat investasi-investasi
jangka pendek yang berbau spekulasi lebih manarik, sehingga masyarakat lebih
senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditi, saham dan valuta asing.
Keadaan tersebut membuat pasar-pasar tersebut semakin aktive dan memanas yang
merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini.
Berdasarkan
survey yang dilaksanakan oleh Bank for International Investment (BIS),
total turnoverperdagangan valuta asing mencapai $1230 milliar per
hari kerja pada April 1995, yang sangat berbeda jauh dibandingkan
pada April 1992 dan 1989 yang masing-masing hanya $880 milliar dan $620
milliar. Tingginya tingkat turnover tersebut terutama
berkaitan dengan derivatives contract (futeres and options).
Masih berdasarkan hasil survey BIS diperkirakan nilai total dari derivative
contracts mencapai sekitar $40700 milliar pada 31 Maret 1995 dengan volume
harian sebesar $839 milliar. Volume harian tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan volume harian export dan import yang hanya mencapai 26,3
milliar pada kwartal pertama tahun 1995. Bila pakar bankir mempertimbangkan
pemanfaatan dari dana yang mereka salurkan dengan benar, maka tingginya
penyaluran kredit untuk membiayai transaksi-transaksi yang spekulative tidak
akan pernah terjadi, seperti yang tercermin dari angka-angka tersebut diatas.
Seorang pemenang nobel tahun 1988, yaitu Maurice Allais (1993) semakin
menyakinkan kita bahwa kredit memang digunakan untuk membiayai kegiatan
spekulasi, sebagai berikut : Be it speculationon currencies or
speculation on stocks and shares, the worls has become one big casino with
gaming tables distributed along every latitude and longitude. The game ang the
bids, in which millions of players take part, never cease. The American
quatations are followed by those from Tokyo and Hongkong, from London,
Frankfurt and Paris. Everywhere speculation is supported by crdit since one can
buy without paying and selling without owning.
Sedemikian
besarnya perkembangan transaksi-transaksi keuangan yang berdasarkan derivatives
contract sangat berpengaruh terhadap sistem pembayaran. Sebagai konsekwensi
besarnya volume transaksi untuk kegiatan-kegiatan derivative adalah bila
terjadi masalah keuangan disuatu region akan cepat menyebar keseluruh financial
system melalui dominoes effect pada lembag-lembag keuangan. Menurut Crocket
(1994) telah disadari bahwa our economies have thus become increasingly
vulnerable to a possible breakdown in the payments system. Besarnya
transaksi-transaksi derivative juga memiliki kontribusi
terhadap semakin tingginya interest rate yang cenderung memperkecil
kegiatan-kegiatan investasi yang produktive. Hal tersebut
juga mengakibatkan ketidak stabilan yang berlebihan pada pasar valuta asing.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh central banks melalui perubahan-perubahan
interest rate ataupun melalui intervention ternyata secara umum telah terbukti
tidak efektif.
Akhirnya,
dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha mengatur komponen-komponen money
demandatau manajemen melalui interest rate cenderung
memperkecil money demand untuk kegiatan-kegiatan pemenuhan
kebutuhan dasar dan investasi yang produktive dan cenderung memperbesar money
demand untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktive dan spekulative, yang pada
gilirannya mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan ekonomi
suatu negara. Karena money demand untukconspicunous
consumption dan spekulasi cenderung lebih tidak stabil, keadaan ini
mengakibatkan ketidak stabilan sektor moneter, yang pada gilirannya
mengkibatkan ketidak stabilan bagi perekonomian secara keseluruhan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi
dapat disimpulkan Dalam sistem ekonomi suatu sistem produksi dikatakan lebih
efisien bila memenuhi salah satu dari kriteria ini :
1. Minimalisasi
biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
2. Maksimalisasi
produksi dengan jumlah biaya yang sama.
Dan sistem ekonomi ribawi Salah satu
penyebab utama munculnya krisis ekonomi dan keuangan di berbagai belahan dunia
adalah praktek ribawi dan spekulasi finansial dalam aktivitas perekonomian.
Islam dengan tegas mengharamkan riba dan spekulasi tersebut untuk
dipraktekkan dalam sistim ekonomi umatnya. Inilah yang menjadi
pembeda utama antara sistim ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional. Ekonomi kapitalisme secara nyata menghalalkan bunga
dan praktek spekulasi.
B. Kritik Dan Saran
Saya
menyadari bahwa terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini, maka
dariitu penulis mengharapkan masukan dari para pembaca. Dan penulis berharap
semoga makalah ini dapat menjadi bahan referensi pembelajaran khususunya
tentang Ssistem Produksi Ribawi Dan Bagi Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Ir.
Adiwarman A. karim, S.E,M.B.A.,M.A.E.P. Ekonomi Mikro Islami,(Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada,2015)
N.Greogory
Mankiw,Euston Quah, Peter Wilson. Pengantar Ekonomi Mikro (Jakarta: Salemba
Empat, 2012)
Sumarin,S.EI,M.S.I.
Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro
Perspektif Islam (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2013)
Sudarsono, Pengantar
Ekonomi Mikro, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesi, 1995), hal 187
Soeharno, Ekonomi
Manajerial, (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2007), hal. 145
Sadono
Sukirno, Makro Ekonomi Teori Pengantar, (Jakarta : Rajawali Pers
2009), hal. 208
Yoopi
Abimanyu, Ekonomi Manajerial, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal 65
Adiwarman
A Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal
138
Robert
H. Franks dan Ben S. Bernanke, Principles of Micro Economics, (New York:
MC Grow Hill, 2004), hal 145