Makalah Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat,
sejak 1992 indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan
syariah dan konvensional, perkembangan perbankan syariah di Indonesia agak
terlambat di banding dengan negara-negara muslim lainnya.[1]
Belakangan
ini Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang mengembangkan ekonomi syariah.
Indonesia memiliki dua faktor utama penggerak ekonomi syariah. Pertama,
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, meskipun ekonomi syariah tidak di
khususkan bagi umat muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan
syariah. Kedua, terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi
menghasilkan masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini di dominasi
oleh umat muslim yang kreatif yang menjadikan bisnis dan keuangan syariah.[2]
Tentu ini menarik untuk dikaji bagaimana sistem kedua perbankan
baik konvensional maupun syariah dan apa saja perbedaan dari kedua sistem
perbankan tersebut maka dari itu di makalah sederhana ini kami akan sedikit
membahas mengenai apa saja perbedaan mendasar dari perbankan syariah
dengan perbankan konvensional.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam karya ilmiah sederhana ini adalah :
1. Apa
pengertian Perbankan ?
2. Apa
saja sistem perbankan di Indonesia?
3. Apa
saja perbedaan perbankan syariah dan konvensional?
C. Tujuan Penulisan
Dengan
melihat rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini :
1. Untuk
mengetahui pengertian perbankan.
2. Untuk
mengetahui macam-macam perbankan di Indonesia.
3. Untuk
mengetahui perbedaan perbankan syariah dan konvensional.
[1] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 25.
[2] https://karimconsulting.com/ekonomi-syariah-peluang-dan-tantangan-pengembangannya/
di akses pada 13 Oktober 2016, jam 11:12.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perbankan
Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, di indonesia ada 2
macam bank yaitu :
1. Bank
Konvensional
Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan
dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan
berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk
suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.[3]
2. Bank
Syariah
Dalam
undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan Syariah mengemukakan
pengertian bank syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan
usahanya dengan di dasarkan pada prinsip syariah dan menurut jenisnya bank
syariah terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS
(Bank Pembiayaan Rakyat Syariah).[4]
Sistem perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 hingga saat ini
masih menganut dual banking system dimana Bank Konvensional atau biasa disebut
dengan Bank Umum dan Bank Syariah atau Bank Islam bisa berdampingan dalam
menjalankan operasi usahanya.[5]berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, bank umum
diperbolehkan beroperasi secara konvensional dan syariah sekaligus, sepanjang
penataan dan pengelolaannya dilakukan secara terpisah.[6] Dengan kata lain Bank Konvensional diperbolehkan untuk
membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha syariah dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip syariah.
Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank
Konvensional adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam
menghimpun dan menyalurkan dana dengan menggunakan cara dan proses yang
konvensional seperti pemberian dan pengenaan imbalan berupa bunga. Sedangkan
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang menjalankan unit usaha menghimpun
dan menyalurkan dana dengan cara dan proses yang berdasarkan nilai islam
(syariah). Dengan kata lain bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang
tidak mengandung bunga (riba), serta unsur-unsur ketidakjelasan atau
ketidakpastian dalam operasionalnya.
B. Perbedaan Bank Syariah dan Bank
Konvensional
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan
seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi,
terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut
falsafah, operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga
penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan
prinsip operasional.
Secara khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat
dilihat dari beberapa segi, yaitu :
Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum
Islam. Dalam Bank Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus
dilindungi dan dijamin dalam wadah undang-undang perbankan syariah, diantaranya
:
a. Asas
Ridha’iyyah ( rela sama rela )
b. Asas
manfaat
c. Asas
keadilan
d. Asas
saling menguntungkan
Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu
diperhatikan dalam suatu akad yaitu :
a. Akad
yang dilakukan pihak (nasabah dan bank) bersifat mengikat (Mulzim).
b. Para
pihak yang melakukan akad harus mempunyai itikad baik (husnuniyah).
c. Memperhatikan
ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam
dan tidak berlawanan dengan Konsep Hukum Perikatan Islam.
Para pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan
Hukum Islam dan ketentuan umum yang berlaku.
2. Lembaga
Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah
terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah
pihak tidak menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi menyelesaikannya
sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS). BASYARNAS adalah lembaga yang menengahi perselisihan antara LKS
dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum syariah. BASYARNAS didirikan
bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan majelis Ulama Indonesia
pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).[8]
3. Struktur
Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank
konvensional, mislanya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat
membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya
Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operaional bank dan
produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat
Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari
setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya
penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi
dari Dewan Syariah Nasional.[9]
a. Dewan
Syariah Nasional (DSN)
Dewan
Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam
(fuqaha’, serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI mempunyai fungsi melakukan
tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok
DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum
Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan
transaksi di lembaga keuangan syariah.[10]
b. Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Sebagai
wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan dibentuklah Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional
bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di
fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan
pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor
cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai
mediator antara LKS dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan
produk dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara
organisasi bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya kepada
masyarakat, dan secara moral kepada Allah SWT.
4. Bisnis
dan Usaha yang di biayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak
terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang di haramkan, dengan
demikian, terdapat batasan-batasan yang membatasi proyek atau obyek pembiayaan
yang dapat di danai melalui dana bank syariah.
Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat
kemitraan. Jadi antara bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata
sama rasa.
5. Lingkungan
dan Budaya kerja.
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sejalan dengan syariah. Dalam hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti
keteladanan Rasulullah SAW dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah,
al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh yang kemudian di aplikasikan dalam
nilai-nilai syariah.
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang
membawa nama besar Islam. Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah
laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus
senantiasa terjaga. Nabi Muhammad SAW, mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.[11]
6. Paradigma
Penghimpunan Dana.
Dalam
penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah
memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :
a. Tujuan
masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum Konvensional dimaksdukan untuk
menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan hal-hal yang tidak di
harapkan disamping menharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut.
b. Tujuan
masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan
dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi
hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah juga ikut menanggung
kerugian.
7. Kegiatan
Operasional dan Pengelolaan Resiko
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan
dalam dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (Profit
and loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga
bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan
perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial.
Dalam menjalankan aktivitasnya bank syariah menganut
prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Prinsip
Keadilan
Dengan
sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing system”, bank
syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem konvensional.
Bank konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan bahwa
kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila
terjadi kerugian pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita
menjadi hak milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha
atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya apakah untung atau rugi,
sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan bersama.
b. Prinsip
Kesederajatan
Bank syariah
menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada
kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban,
risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah
pengguna dana maupun Bank.
c. Prinsip
ketentraman
Menurut
falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia patut
dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan, dan
kebahagiaan).
C. Perbandingan Antara
Bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbandingan
Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan dalam tabel berikut.
KETERANGAN
|
BANK
SYARIAH
|
BANK
KONVENSIONAL
|
Falsafah
|
Tidak
berdasarkan:
1. Bunga
2. Spekulasi
3. Ketidakjelasan
|
Berdasarkan
Bunga
|
Operasional
|
Dana
diakui sebagai :
1. Titipan
2. Investasi
Penyaluran
untuk usaha yang halal dan menguntungkan
|
Dana
diakui sebagai :
Simpanan
harus
dibayar bunga
penyaluran
untuk sektor yang menguntungkan
|
Akad dan
Aspek legalitas
|
Hukum
Islam dan Hukum Positif
|
Hukum
Positif
|
Lembaga
Penyelesaian Sengketa
|
1. Pengadilan
2. BASYARNAS
|
1. Pengadilan
2. BANI
|
Struktur
Organisasi
|
Dewan
Komisaris, Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
|
Dewan
Komisaris
|
Hubungan
Nasabah
|
Kemitraan
|
Debitor
dan kreditor
|
Tujuan
|
Profit dan Falah oriented
|
Profit
oriented
|
Prinsip
Operasional
|
Bagi
Hasil, Jual beli, Sewa
|
Perangkat
Bunga
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejak 1992 bank di indonesia sudah menggunakan dual bank
system, yaitu perbankan syariah atau biasa disebut Bank Islam dan Bank
Konvensional atau juga sering disebut Bank Umum.
Keduanya memiliki kesamaan terutama dalam sisi teknis
penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan
keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di
antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek
Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang
dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.
B. SARAN
Saran kami juga harapan kami bagaimana perbankan syariah di
Indonesia selalu di dukung oleh pemerintah baik dalam hal pengembangan
produk-produk maupun juga dari kebijakan-kebijakan pemerintah. juga
bagaiamana Sumber daya manusia terutama dalam bidang Ekonomi Syariah terus
berkembang memantapkan bagaimana prospek kedepannya.
Bank syariah juga harus selalu mempromosikan dan memberi pemahaman
terhadap masyarakat agar beralih kepada Bank syariah, juga memperbanyak atau
mengembangkan produk-produknya.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Santoso,
Totok Budi dan Triandru Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,Jakarta:
Salemba Empat, 2006.
Ali
Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Sutedi
Adrian, Perbankan Syariah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Dewi
Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Soemitra
Andri, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2009.
Antonio
Muhammad Syafii, Bank Syariah dari teori ke praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Muhammad, Bank
Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia,Yogyakarta: Graha Ilmu,
2005.
Karim Adiwarman
A. , Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016.
[3] Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan
Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153.
[4] www.pengertian pakar.com/2015/02/ pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank-syariah .html,
di akses pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08.
[7] Gemala
Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 100.
[9] Muhammad
Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), 30-31.
[12] Muhammad, Bank
Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2005), 78.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home