Friday, July 14, 2017

penjelasan tentang Pijal Tikus Oriental (Xenopsylla Cheopis) Plasmodium Ovale Brugia Temori Vibrio Parahaemolyticus

I.         Pijal tikus oriental (Xenopsylla Cheopis)
Gambar. 1.1.  Pijal Tikus Oriental

A.    Klasifikasi
Kingdom                        :     Animalia
Sub kingdom                  :     Invertebrata
Filum                              :     Arthropoda
Kelas                              :     Insecta
Ordo                               :     Siphonoptera
Familia                           :     Pulicidae
Genus                             :     Xenopsylla
Spesies                            :     Xenopsylla cheopis

B.     Nama penyakit
ü  Culex iritans

C.    Siklus hidup
Siklus hidup pinjal terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1.      Tahap Telur
Seekor kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan. Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan menetas dalam dua atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur di dalam hidupnya.
2.      Tahap Larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap sekitar rumah dan makan dari kotoran kutu loncat (darah kering yang dikeluarkan dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat kepompong dimana mereka tumbuh menjadi pupa.
3.      Tahap Pupa
Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca, ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai hangat. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai satu tahun.
4.      Tahap Dewasa
Kutu loncat dewasa keluar dari kepompong nya waktu mereka merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai siklus baru.
Siklus keseluruhnya dapat dipendek secepatnya sampai 3-4 minggu
Gambar 1.2. siklus Pijal Tikus

Umur rata-rata pinjal sekitar 6 minggu, tetapi pada kondisi tertentu dapat berumur hingga 1 tahun. Pinjal betina bertelur 20-28 buah/hari. Selama hidupnya seekor pinjal bisa menghasilkan telur hingga 800 buah. Telur bisa saja jatuh dari tubuh kucing dan menetas menjadi larva di retakan lantai atau celah kandang. Pertumbuhan larva menjadi pupa kemudian berkembang jadi pinjal dewasa bervariasi antara 20-120 hari.

D.    Pencegahan
Langkah-langkah di bawah ini dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan pinjal yaitu:
1.      Menyedot menggunakan vaccum
Seringlah menyedot di daerah dimana saja hewan peliharaan kunjungi, khususnya di mobil jika sering berpergian, daerah berkarpet, dan perabotan yang sering dikunjungi oleh hewan peliharaan supaya semua kutu termasuk telur, dan pupa nya dibersihkan sebanyak mungkin.
2.      Pencucian
Cucilah tempat tidur hewan peliharaan, kasur, selimut dan barang lainnya dengan air panas jika memungkinkan.
3.      Penyemprotan Lingkungan
Ada beberapa macam spray/semprotan yang tersedia yang bertujuan membunuh kutu loncat di lingkungan sekitarnya.

E.     Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan obat anti kutu. Obat anti kutu hanya membunuh pinjal dewasa, pemberian obat anti kutu perlu disesuaikan agar siklus hidup pinjal bisa kita hentikan. Pemberian obat perlu diulang agar pinjal dewasa yang berkembang dari telur dapat segera dibasmi sebelum menghasilkan telur lagi.


II.                Plasmodium ovale
Gambar. 2.1. Plasmodium Ovale

A.    Klasifikasi
·       Kerajaan      : Protista
·       Filum           : Apicomplexa
·       Kelas           : Aconoidasida
·       Ordo            : Haemosporida
·       Famili          : Plasmodiidae
·       Genus          : Plasmodium
·       Spesies        : P. ovale

B.     Nama penyakit
·         Malaria Tertian

C.    Penyebaran dan penularan
ü  Melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang pada air liurnya mengandung spororoid, jika tidak mengandung sporozoid maka tidak akan menyebarkan plasmodium
ü  Transfusi darah dari penderita yang mengidap malaria ataupun yang mengandung hipnozoid pada darahnya.
ü  Melalui jarum suntik yang tercemar parasit plasmodium
ü  Dari ibu hamil penderita malaria ke janin ini jarang sebab janin biasanya mendapatkan perlindungan antibody lewat transplasenta.


D.    Siklus hidup
1.      Siklus pada manusia (siklus aseksual)
ü  Siklus dimulai ketika anopheles betina (yang mengandung parasit malaria)  menggigit manusia dan memasukkan sporozit yang terdapat pada air liurnya kedalam aliran darah manusia.  
ü  Setelah itu sporozoid yang ada dalam peredaran darah manusia tersebut, akan menuju kedalam sel hepar (sel sinosoid hati)  kurang lebih 30-60 menit.
ü  Didalam sel hepar (hati), sporozoid tersebut ada yang membentuk:
·         hipnozoid (hipnozoid berarti setelah masuk kedalam sel hati parasit ini akan diam  atau dormant dan jika daya tahan tubuh menurun, maka akan timbul relaps atau kambuh), hipnozoid ini biasanya di jumpai pada P. vivak dan P. ovale.
·         Selain membentuk hipnozoid, sporozoid yang ada di dalam sel hepar akan mengalami Pertumbuhan dan pembelahan sel cepat, dan terbentuk kista miroskopik (Schizont) yang mengandung merozoit, ini disebut juga fase pre eritosit atau siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu.
ü  Selanjutnya kurang lebih sekitar 2 minggu, skizon yang berisi merozoit pada sel hati akan pecah dan mengeluarkan merozit. Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. 
ü  Kemudian Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang lagi menjadi  stadium tropozoit. 
ü  Selanjutnya trofozoid ini akan berkembang menjadi  skizon darah (skinzon yang ada dalam darah), skizon ini mengandung merozoit juga dan apabila jumlahnya banyak, maka skizont akan pecah dan mengeluarkan merozoid. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni darah. 
ü  Selanjutnya Merozoit- merozoit tersebut  lolos dari inaktivasi oleh imunoglobulin atau fagositosis dari sistim imun kita, masuk ke dalam sel darah merah segar (masih belum terinfeksi merozoid) untuk selanjutnya menginfeksi sel darah merah yang sehat tersebut.   Siklus ini dikenal sebagai silkus eritrositer
ü  Dengan demikian, siklus aseksual dimulai setiap saat kelompok baru merozoit menginvasi sel darah merah. Siklus ini yang lamanya sangat penting secara klinis, berakhir 48 jam pada malaria falsiparum, vivax dan ovale serta 72 jam pada malaria kuartana. 
ü  Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Dengan demikian maka siklus aseksual akan berakhir dan selanjutnya akan di teruskan ke siklus seksual yang terjadi di dalam tubuh nyamuk.     
2.      Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina.
ü  Siklus ini di mulai Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah manusia yang mengandung gametosit jantan dan betina.
ü  selanjutnya  Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang kemudian menjadi  zigot.
ü  Kemudian zigot akan berkembang menjadi  menjadi ookinet, kemudian ookinet masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. 
ü  Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia. 
Gambar 2.2. Daur Hidup Plasmodium
E.     Gejala-gejala
1.      Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala ini merupakan suatu parokisme, terdiri dari tiga stadium berurutan :
ü  Menggigil (selama 15-60 menit)
ü  Demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita menggigil, demam dengan suhu badan 37,5-40 derajat celcius. Kalo suhu badan meningkat lebih dari 40 derajat celcius berarti penderita mengalami hiper parasitemia (lebih dari 5 persen).
ü  Berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat kembali.
Di daerah endemis malaria dimana penderita sudah punya imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak berurutan. Bisa jadi tidak ditemukan gejala tersebut, malah kadang muncul gejala lain.
2.      Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:
ü  Demam
ü  Menggigil
ü  Berkeringat
ü  Dapat disertai dengan gejala lain : sakit kepala, mual dan muntah.
ü  Gejala khas daerah setempat : diare pada balita (di Timtim), nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa (di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di Yogyakarta).
3.      Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan dengan disertai salah satu gejala di bawah ini:
ü  Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
ü  Kejang beberapa kali
ü  Demam tinggi diikuti gangguan kesadaran
ü  Mata kuning dan tubuh kuning
ü  Pendarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan
ü  Jumlah kencing kurang (oliguri)
ü  Warna urine/air kencing seperti teh tua
ü  Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)
ü  Sesak nafas

F.     Pencegahan
a.       Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
b.      Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
c.       Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
d.      Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
e.       Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
f.       Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
g.      Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
h.      Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
i.        Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
j.        Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria. Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerahî endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuinî dosis tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.

G.    Pengobatan
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria).
ü  Membunuh semua stadium dan jenis parasit
ü  Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
ü  Toksisitas dan efek samping sedikit
ü  Mudah cara pemberiannya

III.             Brugraria Temori
Gambar. 3.1. Brugraria Temori

A.    Klasifikasi
Kingdom          : Animalia
Phylum             : Nematoda
Class                : Secernentea
Order               : Spirurida
Suborder          : Spirurina
Family              : Onchocercidae
Genus               : Wuchereria

B.     Nama penyakit
ü  Filariasis

C.    Penyebab dan penularan
1.      Penyebab
Di Indonesia ditemukan 3 spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang masing-masing sebagai penyebab filariasis bancrofti, filariasis malayi dan filariasis timori. Beragam spesies nyamuk dapat berperan sebagai penular (vektor) penyakit tersebut.
2.      Cara Penularan
Seseorang tertular filariasis bila digigit nyamuk yang mengandung larva infektif cacing filaria. Nyamuk yang menularkan filariasis adalah Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya (got/saluran air, sawah, rawa, hutan).

D.    Siklus hidup
Gambar 3.2. Siklus Hidup Filariasis

E.     Gejala penyakit
Ada tiga kondisi yang meungkin terjadi pada penderita penyakit kaki gajah:
Pertama, penderita bisa saja tidak merasa sakit atau mengeluh sakit. Tetapi, tetap saja penyakit ini berbahaya karena dapat menular ke tubuh orang lain.
Kedua, penderita bisa mengalami infeksi akut akibat peradangan saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit. Pembengkakan kelenjar getah bening ini dapat pecah dan mengeluarkan darah.
Ketiga, penyumbatan limfa yang dapat menyebabkan pembengkakan di bagian kaki juga tangan. Pada wanita. Pembengkakan bisa terjadi di bagian payudara, sedangkan pada pria di bagian zakar. Daerah yang membengkak akan tampak kemerahan, panas, dan sakit. Jika kondisinya telah seperti ini, biasanya penderita kaki gajah mengalami demam selama tiga hingga lima hari.
Dari ketiga proses tersebut, kondisi pertama paling berbahaya karena tidak memiliki gejala, sehingga orang yang terkena tidak mencari pengobatan, padahal saat itu proses penularan kepada orang lain yang sehat bisa terjadi.

F.     Pencegahan dan Pengobatan
Secara umum, pencegahan penyakit kaki gajah dapat dilakukan dengan cara berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular. Perhatikanlah lingkungan sekitar Anda. Bersihkan genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk, seperti bak mandi.

IV.             Vibrio Parahaemalyticus

Gambar  4.1. Bentuk Vibrio parahaemolyticus

A.    Klasifikasi.
kingdom                : Bacteria
filum                     : Proteobacteria
kelas                      : Gamma Proteobacteria
order                     : Vibrionales
famili                    : Vibrionaceae
genus                    : Vibrio
species                  : Vibrio parahaemolyticus

B.     Habitat Vibrio parahaemolyticus
Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atau estuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea).  Bakteri Vp terutama hidup di perairan Asia Timur.  Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan kadar NaCl optimum 3%,  ( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %)  pada kisaran suhu 5 -  43 OC, pH 4,8 –11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99.   Pertumbuhan berlangsung cepat pada suhu  optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11 menit.  Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada suhu 10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan) (Adams and Moss 2008). Selama musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim panas mereka ditemukan di perairan pantai.  Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Sudheesh and Xu 2002).
Vp adalah bakteri halofilik didistribusikan di perairan pantai di seluruh dunia.  Bakteri ini ditemukan di lingkungan muara sungai dan menunjukkan variasi musiman, yang hadir dalam jumlah tertinggi selama musim panas. Selama musim dingin, bakteri ini tetap berada di bawah muara pada bahan chitinous plankton (Ray 2004).

C.    Patogenisitas Vibrio parahaemolyticus
Masa inkubasi yang dilaporkan untuk keracunan makanan oleh Vp bervariasi dari 2 jam sampai 4 hari meskipun biasanya 9 - 25 jam.  Penyakit bertahan hingga 8 hari dan dicirikan oleh diare profuse berair bercampur darah atau lendir, muntah, nyrti perut,  dan demam.  Vp lebih enteroinvasive dari Vibrio cholerae, dan menembus epitel usus untuk mencapai lamina propria.  Sebuah sindrom disentri juga telah dilaporkan dari sejumlah negara termasuk Jepang (Adams and Moss 2008).
Tidak semua strain dari Vp bersifat patogen. Strain patogen bawaan makanan dapat menyebabkan hemolisis karena adanya suatu hemolisin panas- stabil dan ditujukan sebagai Kanagawa-positif.  Saat ini, hemolisin panas-stabil 23-kDa (disebut hemolisin langsung termostabil/TDH) dianggap sebagai racun. Kebanyakan strain terisolasi dari sumber-sumber alam (air muara, plankton, kerang, dan ikan) adalah Kanagawa-negatif.  Namun, beberapa strain Kanagawa-negatif juga telah dikaitkan dengan wabah bawaan makanan.  Tingkat produksi racun berhubungan dengan pertumbuhan sel,  konsentrasi sel, dan pH lingkungan. Jika bentuk racun sudah terdapat dalam makanan, pemanasan tidak akan merusak toksin tersebut (Ray 2004).
Patogenesitas strain Vp sangat terkait dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan 23-kDa, termostabil, ekstraseluler, haemolysin. Saat diuji pada suatu media yang dikenal sebagai agar Wagatsuma's, haemolysin bisa melisiskan darah manusia dan sel darah kelinci tapi tidak pada darah kuda,  sebuah fenomena yang dikenal sebagai reaksi Kanagawa. Haemolysin juga telah ditunjukkan untuk dapat mengakibatkan enterotoxic, sitotoksik, dan kardiotoksik (Raghunath et al 2008).

D.    Distribusi Penyakit.
            Vibrio parahaemolyticus pertama kali menunjukkan gejala enteropatogenik pada tahun 1951, yang menyebabkan wabah foodborne disease dan menjadi penyebab 50-70% penyakit gastroenteritis di Jepang (Adams and Moss 2008).  Kasus sporadis dan beberapa kejadian luar biasa (KLB) dengan common source dilaporkan dari berbagai bagian dunia, terutama dari Jepang, Asia Tenggara dan AS.  Beberapa KLB dengan korban yang banyak terjadi di AS yang disebabkan karena mengkonsumsi seafood yang tidak dimasak dengan sempurna. Kasus-kasus ini terjadi terutama pada musim panas.  Beberapa KLB yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan oleh strain Kanagawa negatif, dan strain urease positif.
ya konsentrasi yang tinggi pada tiram karena pada saat musim panas suhu air menjadi hangat.  Vp sangat jarang bisa diisolasi pada suhu air dibawah 15 OC (Yoon et al 2008).

E.     Proses Penularan
Bakteri Vibrio parahaemolyticus masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi produk makanan laut seperi udang, kerang, ataupun ikan mentah yang dimasak kurang sempurna.  Penularan juga dapat terjadi pada makanan yang telah dimasak sempurna namun tercemar oleh personal/individu yang pada saat bersamaan menangani produk ikan mentah. 

Gambar  4.2. Kerang yang terkontaminasi Vibrio parahaemolyticus

F.     Penyakit dan Gejala Klinis.
Jika kita mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Vibrio parahaemolyticus, ada kemungkinan kita akan terkena gastroenteritis bila sistem kekebalan tubuh dalam keadaan buruk.   Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menggambarkan pasien yang mengalami perkembangan diare dan/atau muntah akut (Lee et al 2008).  Istilah ini menjadi acuan bahwa terjadi proses inflamasi dalam lambung dan usus. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi yang meningka.  Diare adalah defekasi yang tidak normal baik frekuensi maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4 kali sehari.
Diare akut akibat bakteri Vp disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah sehingga disebut diare inflamasi.  Akibatnya terjadi kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.  Masa inkubasi bakteri Vp biasanya antara 12 sampai 24 jam, tetapi dapat juga berkisar antara 4 sampai 30 jam.  Gejala yang muncul  adalah  kejang perut yang tiba-tiba dan berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus juga menyebabkan septisemia (Lee et al 2008).

G.    Siklus Hidup Vibrio parahaemolyticus 
Gambar  4.4. Siklus Hidup Vibrio parahaemolyticus (Sumber : CDC)

H.    Cara Pencegahan
Berbagai tindakan preventif mutlak dilakukan untuk meminimalkan terjadinya keracunan makanan dan gastroenteritis. Namun, pencegahan yang dilakukan tidak perlu dengan menghindari produk yang potensial tercemar mikroba karena produk pangan tersebut merupakan salah satu sumber asupan gizi yang diperlukan tubuh kita. Untuk produk makanan laut segar, pencucian dapat menurunkan potensi bahaya akibat bakteri Vp. Pencucian atau pembilasan makanan dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, sanitiser dan lain-lain. Air yang dipakai untuk mencuci harus bebas dari mikroba patogen atau mikroba penyebab kebusukan makanan. Selain itu, produk makanan laut yang akan dimakan hendaknya dimasak secara sempurna untuk membunuh larva yang mengkontaminasi makanan. Untuk ikan yang akan dikalengkan,dibekukan atau dikeringkan, sebaiknya dilakukan pemblansiran terlebih dahulu. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 OC.  Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam tergantung pada jenis, ukuran, derajat kematangan ikan yang diinginkan.Tujuan pemblansiran adalah untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim Vibrio parahaemolyticus. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.  Penyajian pasca pemasakan juga tidak boleh luput dari perhatian. Sebaiknya makanan yang telah melalui proses pemasakan langsung dikonsumsi. Sebagian besar kasus foodborne diseases di Indonesia diakibatkan oleh penanganan pasca pemasakan yang tidak sempurna, seperti penyimpanan yang terlalu lama.


0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home