Wednesday, May 10, 2017

Makalah Pembusukan Makanan

BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang
Sumberdaya manusia berkualitas merupakan unsur penting yang perlu memperoleh prioritas dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sangat ditentukan antara lain oleh kualitas pangan dan makanan yang dikonsumsinya.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap insan, sehingga Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pangan secara cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu perlu sebuah sistem kemananan pangan yang memberikan perlindungan bagi pihak produsen (Petani) maupun konsumen (Masyarakat).
Dalam hal ini untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik, baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikroorganisme pada makanan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pengawetan makanan?
2.      Apa saja tanggapan dari pengawetan makanan?
3.      Apa-apa saja yang termasuk dalam kerusakan makanan?

3.      Tujuan Penulisan
1.      Agar mengetahui pengertian dari pengawetan makanan dan tanggapan dari pengawertan makanan.

2.      Untuk mengetahui proses kerusakan makanan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGAWETAN MAKANAN
Ada tiga cara pengawetan Makanan, yaitu pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis, pengawetan secara kimiawi.
Pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan, misalnya penyimpanan dikulkas dua pintu hot and cool.
Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi), adalah pengawetan dengan menggunakan jasa enzim. Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut.
Bahan makanan seperti daging, ikan, susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu bisa menguntungkan dan merugikan. Yang menguntungkan bisa dikembangkan semaksimal mungkin, yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Enzim penting dalam pengolahan daging antara lain bromelin dari nenas, dan papain dari getah buah atau daun pepaya.
Enzim bromelin didapat dari buah nenas, digunakan untuk mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya.
Enzim papain, berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang berumur 2,5 – 3 bulan. Dapat digunakan untuk mengempukkan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60 derajat C. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan lebih kurang 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan menggores buah dengan pisau.

  • Pengawetan Kimiawi
Akhir-akhir ini disalah satu media massa mengiklankan ‘Tahu’ yang diberi formalin (pengawet mayat) sebagai pengawet. Dan bahkan penggunaan bahan tersebut ditambahkan pada ikan mentah yang dijual dipasar dengan maksud agar tidak cepat busuk. Ataupun banyak bahan dan makanan lainnya seperti bakso, mie dan sebagainya. Bahan tersebut merupakan bahan pengawet kimiawi, yang tentu saja dapat membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Selain secara alami dan biologis, pengawetan juga bisa menggunakan bahan-bahan kimia seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat dan lain-lain.
Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri dan ragi. Salah satu bahan pengawet kimiawi adalah asam sitrat (citric acid). Ia merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain.
Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fordant), dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.Garam dapur (natrium klorida) juga termasuk bahan penghambat pertumbuhan mikroba. Sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan dan juga bahan-bahan lain. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter per sari buah. Demikian pula gula pasir, misalnya dapat digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Itulah beberapa contoh pengawet yang relatif aman. Tapi lantaran pedagang ingin praktis dan untung banyak, justru pengawet mayat formalin yang banyak digunakan. Bila hal ini dilandasi prinsip tujuan menghalalkan segala cara  (al ghoyah tubarrirul washilah) maka pelakunya layak dikenai sanksi.
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan ataupun penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini :
  1. Tidak menimbulkan penipuan.
  2. Tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan.
  3. Tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukkan menjadi nyata.
Bahan-bahan pengawet kimia dalam penggunaannya ditujukan untuk menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukkan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap bahan pangan dan termasuk tujuan-tujuan dari standar.

  • Efisiensi Bahan Pengawet Kimia
Efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada konsentrasi bahan tersebut, komposisi bahan pangan dan tipe organisme yang akan dihambat. Konsentrasi bahan pengawet yang diijinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis.
Jumlah bahan pengawet yang diijinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan kedalam bahan-bahan pangan membusuk atau terkontaminasi secara berlebihan. Selain itu, penggunaan bahan pengawet kimia sebagai pengendalian terhadap mikroorganisme, juga ditujukan untuk pengendalian oksidasi ataupun aktifitas enzimatik.

  • Bahan Pengawet Kimia Yang Dilarang
Bahan pengawet kimia masuk kedalam bahan tambahan makanan yang penggunaannya telah diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku disetiap negara. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu diijinkan untuk dipergunakan, misalnya Asam Askorbat (Ascorbic Acid) untuk jenis bahan makanan tepung dengan batas maksimum penggunaan 200mg/kg.
Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang dalam penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan selain diantaranya bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) yaitu : Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde) dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).

B.   Tanggapan  dari Pengawetan Makanan
Bagaimana kalau memakai chitosan!!!
Pengawet aman seperti chitosan, beberapa penelitian mengungkapkan, dapat menggantikan formalin. Jurnal Jonathan Rhodes dan Bob Rastall menyebutkan tentang paten produk di Rusia yang menggunakan chitosan sebagai pengawet untuk kaviar, yang dinyatakan efektif dengan kombinasi masing-masing 0,1% chitosan dan asam sorbat. Penelitian lain oleh Muhannad Jumaaa dkk. tahun 2002 berhasil membuktikan kemampuan pengawetan chitosan untuk emulsi lemak yang dapat diaplikasikan dalam formulasi sediaan farmasi. Bahan baku larutan ini adalah kulit udang atau kepiting yang diolah melalui proses kimiawi yang disebut demineralisasi dan deproteinasi dengan menggunakan larutan basa dan asam asetat atau cuka makan. Kemudian, dipanaskan dengan suhu 90 derajat Celcius hingga kemudian dihasilkan bubuk Chitosan.

Tehnik dan Teknologi Pengawetan pada Makanan – Pendinginan, Pengasapan, Pengalengan, Pengeringan, Pemanisan dan Pengasinan

Berikut adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat luas dunia :

1. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es.
Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasa biasanya bersuhu 15 derajat celsius. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat selsius.

2. Pengasapan
Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah. Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan.
 3. Pengalengan
Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.

4. Pengeringan
Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan.

5. Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya.

6. Pengasinan
Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.




C.   KERUSAKAN MAKANAN
  • Proses Kerusakan Makanan
Secara umum, makanan merupakan bahan yang mudah mengalami proses kerusakan. Hal ini terlihat jelas pada makanan lembab yang diketahui mengandung air cukup tinggi. Air yang terkandung di dalam bahan dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Apabila tidak diberi perlakuan atau penambahan bahan tambahan, makanan relatif cepat mengalami proses kerusakan. Proses kerusakan diawali penurunan kualitas dan diakhiri dengan pembusukan. Proses kerusakan lebih dominan disebabkan oleh aktivitas fisik dan kimiawi, sedangkan proses pembusukan lebih didominasi oleh kegiatan kimiawi dan mikrobiologis. Kegiatan kimiawi selama proses pembusukan ditandai dengan proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan (rancidity) dan perubahan warna (browning).
Proses pembusukan ditandai dengan adanya aktivitas enzim yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses pembusukan.
Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk.

Salah satu perombakan yang terjadi setelah kesegaran bahan pangan menurun adalah denaturasi protein. Secara sederhana, denaturasi protein adalah perombakan struktur sehingga protein kehilangan sifat alaminya. Dalam keadaan normal, protein mampu mengikat sejumlah cairan tubuh sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak. Dengan terjadinya proses denaturasi, protein secara bertahap kehilangan kemampuannya untuk menahan cairan. Akibatnya, cairan tubuh tersebut akan lepas dan mengalir keluar dari bahan pangan. Cairan ini kaya akan nutrien sehingga akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan hal ini, dapat dimengerti mengapa mikroba baru melakukan proses pembusukan setelah kesegaran bahan pangan menurun.
Enzim yang berperan dalam proses perombakan selama pembusukan dapat berasal dari bahan pangan atau mikroba yang tumbuh dalam bahan pangan tersebut. Makin banyak populasi mikroba makin banyak pula jenis dan jumlah enzim yang berperan dalam proses perombakan.
Dengan demikian, makanan busuk banyak mengandung mikroba yang dapat menjadi sumber penyebab penyakit. Selain mengandung mikroba, bahan makanan yang busuk juga mengandung senyawa beracun yang dihasilkan oleh mikroba. Makanan demikian, sekalipun dikonsumsi dalam jumlah kecil sudah dapat menimbulkan keracunan

  • Apakah yang dimaksud dengan kerusakan makanan karena mikroba???
Kerusakan makanan karena mikroba berarti kerusakan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan ragi). Mikrorganisme dapat tumbuh pada hampir semua jenis produk pangan. Karena mikroorganisme terdapat di mana-mana, resiko kerusakan karena mikroorganisme selalu ada.
Ada ribuan jenis mikroorganisme, dan pada kondisi yang sesuai, sebagian besar dapat tumbuh pada berbagai jenis produk. Pertumbuhannya tergantung pada jenis makanan, tipe mikroorganisme, temperatur, dan faktor lainnya.
Produk-produk kering seperti roti dan biskuit tidak cukup lembab untuk pertumbuhan bakteri. Kerusakan pada produk-produk ini biasanya disebabkan oleh jamur.
Produk-produk yang asam, diasinkan, atau mengandung banyak gula dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme. Produk-produk yang demikian hanya dapat dirusak oleh mikroorganisme tertentu, yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang demikian.
Kebanyakan mikroorganisme tidak berbahaya. Produk yang rusak belum tentu berbahaya, tetapi rasanya menjadi tidak enak. Untuk keamanan, sebaiknya jangan mengkonsumsi produk yang sudah rusak.
 BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
           
            Dengan adanya teknologi pangan dan makanan  yang telah diintroduksikan  ke dunia industri dan masyarakat, kini telah dimanfaatkan secara luas dalam berbagai industri.  Proses pengawetan panganpun telah lama memanfaatkannya untuk berbagai bahan pangan dan makanan dan telah dilepaskan ke masyarakat luas, seperti berbagai jenis buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan bumbu masak, berbagai jenis hasil laut, berbagai jenis daging, masakan jadi, gandum dan kentang.
Negara berkembang telah menetapkan swasembada pangan sebagai salah satu tujuan pembangunan dan ekspor pangan merupakan sumber penghasilan.  Oleh karena itu pengurangan kehilangan pangan merupakan kebutuhan yang penting. Maka Iradiasi pangan, selain mengurangi kehilangan pangan dapat memberikan keuntungan khusus dibandingkan dengan cara pengolahan pangan konvensional.  Namun proses pengelolaan pangan dan makanan tidak hanya memerlukan tenaga terlatih dan peralatan khusus, tetapi juga sistem peraturan perundang-undangan untuk memastikan bahwa proses ini akan dilaksanakan dengan benar dengan standar keamanan yang sudah ditetapkan.












Daftar Pustaka

Retno Widyani. 2001. Prinsip Pengawetan Pangan.  Diktat Kuliah.Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati. Cirebon.

Norman W Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI  Press. Jakarta.





0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home