Makalah Pembusukan Makanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sumberdaya manusia berkualitas merupakan unsur penting yang
perlu memperoleh prioritas dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sangat ditentukan antara lain
oleh kualitas pangan dan makanan yang dikonsumsinya.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pemenuhan
kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap insan, sehingga Pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan pangan secara cukup setiap waktu, aman, bermutu,
bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Untuk itu perlu sebuah sistem kemananan pangan yang memberikan perlindungan
bagi pihak produsen (Petani) maupun konsumen (Masyarakat).
Dalam hal ini untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan
dengan beberapa teknik, baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi
yang sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun
inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan
mikroorganisme pada makanan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab
selanjutnya.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari pengawetan makanan?
2.
Apa
saja tanggapan dari pengawetan makanan?
3.
Apa-apa
saja yang termasuk dalam kerusakan makanan?
3.
Tujuan Penulisan
1.
Agar
mengetahui pengertian dari pengawetan makanan dan tanggapan dari pengawertan
makanan.
2.
Untuk
mengetahui proses kerusakan makanan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGAWETAN MAKANAN
Ada tiga cara pengawetan Makanan, yaitu pengawetan secara
alami, pengawetan secara biologis, pengawetan secara kimiawi.
Pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan,
misalnya penyimpanan dikulkas dua pintu hot and cool.
Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi),
adalah pengawetan dengan menggunakan jasa enzim. Enzim adalah suatu katalisator
biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat
bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal
dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut.
Bahan makanan seperti daging, ikan, susu, buah-buahan dan
biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam
bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan
itu bisa menguntungkan dan merugikan. Yang menguntungkan bisa dikembangkan
semaksimal mungkin, yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat
berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Enzim penting
dalam pengolahan daging antara lain bromelin dari nenas, dan papain dari getah
buah atau daun pepaya.
Enzim bromelin didapat dari buah nenas, digunakan untuk
mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi
pemakaian dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya
digunakan buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat
proses bekerjanya.
Enzim papain, berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang
berumur 2,5 – 3 bulan. Dapat digunakan untuk mengempukkan daging, bahan
penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan
kulit, industri pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim
papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan
kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60 derajat C. Pada 1
(satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan
lebih kurang 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan
menggores buah dengan pisau.
- Pengawetan Kimiawi
Akhir-akhir ini disalah satu media massa mengiklankan ‘Tahu’
yang diberi formalin (pengawet mayat) sebagai pengawet. Dan bahkan penggunaan
bahan tersebut ditambahkan pada ikan mentah yang dijual dipasar dengan maksud
agar tidak cepat busuk. Ataupun banyak bahan dan makanan lainnya seperti bakso,
mie dan sebagainya. Bahan tersebut merupakan bahan pengawet kimiawi, yang tentu
saja dapat membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik (menyebabkan
kanker).
Selain
secara alami dan biologis, pengawetan juga bisa menggunakan bahan-bahan kimia
seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam
propionat, asam sitrat, garam sulfat dan lain-lain.
Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan
kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah
pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat
praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur
atau kapang, bakteri dan ragi. Salah satu bahan pengawet kimiawi adalah asam
sitrat (citric acid). Ia merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang
berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air,
spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan
akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang.
Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa.
Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada
berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain.
Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup,
digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk
fordant), dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya
buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan
untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum
dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.Garam dapur (natrium
klorida) juga termasuk bahan penghambat pertumbuhan mikroba. Sering digunakan
untuk mengawetkan ikan dan dan juga bahan-bahan lain. Penggunaan maksimum dalam
minuman adalah sebesar 3 gram/liter per sari buah. Demikian pula gula pasir,
misalnya dapat digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan
tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, penggunaan gula
pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Itulah beberapa contoh pengawet yang
relatif aman. Tapi lantaran pedagang ingin praktis dan untung banyak, justru
pengawet mayat formalin yang banyak digunakan. Bila hal ini dilandasi prinsip
tujuan menghalalkan segala cara (al ghoyah tubarrirul washilah) maka
pelakunya layak dikenai sanksi.
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari
sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam
bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan,
pengolahan ataupun penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam
pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini :
- Tidak menimbulkan penipuan.
- Tidak menurunkan nilai gizi
dari bahan pangan.
- Tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme
yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan
mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukkan menjadi
nyata.
Bahan-bahan pengawet kimia dalam penggunaannya ditujukan
untuk menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi,
pembusukkan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap
bahan pangan dan termasuk tujuan-tujuan dari standar.
- Efisiensi Bahan Pengawet Kimia
Efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada
konsentrasi bahan tersebut, komposisi bahan pangan dan tipe organisme yang akan
dihambat. Konsentrasi bahan pengawet yang diijinkan oleh peraturan bahan pangan
sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme
pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari
bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara
penanganan dan pengolahan secara higienis.
Jumlah bahan pengawet yang diijinkan akan mengawetkan bahan
pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu
tertentu tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan kedalam bahan-bahan pangan
membusuk atau terkontaminasi secara berlebihan. Selain itu, penggunaan bahan
pengawet kimia sebagai pengendalian terhadap mikroorganisme, juga ditujukan
untuk pengendalian oksidasi ataupun aktifitas enzimatik.
- Bahan Pengawet Kimia Yang
Dilarang
Bahan pengawet kimia masuk kedalam bahan tambahan makanan
yang penggunaannya telah diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
disetiap negara. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu
diijinkan untuk dipergunakan, misalnya Asam Askorbat (Ascorbic Acid) untuk
jenis bahan makanan tepung dengan batas maksimum penggunaan 200mg/kg.
Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang dalam
penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan selain diantaranya bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker) yaitu : Asam Borat (Boric Acid) dan
senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt),
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat
(Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang
dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin
(Formaldehyde) dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).
B. Tanggapan dari Pengawetan Makanan
Bagaimana
kalau memakai chitosan!!!
Pengawet aman seperti chitosan, beberapa penelitian
mengungkapkan, dapat menggantikan formalin. Jurnal Jonathan Rhodes dan Bob
Rastall menyebutkan tentang paten produk di Rusia yang menggunakan chitosan sebagai
pengawet untuk kaviar, yang dinyatakan efektif dengan kombinasi masing-masing
0,1% chitosan dan asam sorbat. Penelitian lain oleh Muhannad Jumaaa dkk. tahun
2002 berhasil membuktikan kemampuan pengawetan chitosan untuk emulsi lemak yang
dapat diaplikasikan dalam formulasi sediaan farmasi. Bahan baku larutan ini
adalah kulit udang atau kepiting yang diolah melalui proses kimiawi yang
disebut demineralisasi dan deproteinasi dengan menggunakan larutan basa dan
asam asetat atau cuka makan. Kemudian, dipanaskan dengan suhu 90 derajat
Celcius hingga kemudian dihasilkan bubuk Chitosan.
Tehnik dan Teknologi Pengawetan pada
Makanan – Pendinginan, Pengasapan, Pengalengan, Pengeringan, Pemanisan dan
Pengasinan
Berikut
adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat
luas dunia :
1.
Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering
digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari
sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang
bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan
memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di
wadah yang berisi es.
Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk
mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari
es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya.
Suhu untuk mendinginkan makanan biasa biasanya bersuhu 15 derajat celsius.
Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai
-4 derajat selsius.
2.
Pengasapan
Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak
yang kemudian diasapi dari bawah. Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat
makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan
dengan teknik pengasinan dan pengeringan.
3.
Pengalengan
Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng
alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet
seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya
sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya.
Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia
yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam
ruang hampa udara.
4.
Pengeringan
Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah
mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan
kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan
sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah
proses pembusukan makanan.
5.
Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan
makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40%
untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka
dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti
manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya.
6.
Pengasinan
Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau
yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini
disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang
menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk
makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan
dengan pengeringan.
C. KERUSAKAN MAKANAN
- Proses Kerusakan Makanan
Secara umum, makanan merupakan bahan yang mudah mengalami
proses kerusakan. Hal ini terlihat jelas pada makanan lembab yang diketahui
mengandung air cukup tinggi. Air yang terkandung di dalam bahan dapat digunakan
oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Apabila tidak diberi perlakuan atau penambahan bahan
tambahan, makanan relatif cepat mengalami proses kerusakan. Proses kerusakan
diawali penurunan kualitas dan diakhiri dengan pembusukan. Proses kerusakan
lebih dominan disebabkan oleh aktivitas fisik dan kimiawi, sedangkan proses
pembusukan lebih didominasi oleh kegiatan kimiawi dan mikrobiologis. Kegiatan
kimiawi selama proses pembusukan ditandai dengan proses oksidasi yang
menyebabkan ketengikan (rancidity) dan perubahan warna (browning).
Proses pembusukan ditandai dengan adanya aktivitas enzim
yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya
tidak disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil
proses pembusukan.
Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat
secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas
metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan
hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton.
Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma
busuk.
Salah satu perombakan yang terjadi setelah kesegaran bahan
pangan menurun adalah denaturasi protein. Secara sederhana, denaturasi protein
adalah perombakan struktur sehingga protein kehilangan sifat alaminya. Dalam
keadaan normal, protein mampu mengikat sejumlah cairan tubuh sehingga tidak
dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak. Dengan
terjadinya proses denaturasi, protein secara bertahap kehilangan kemampuannya
untuk menahan cairan. Akibatnya, cairan tubuh tersebut akan lepas dan mengalir
keluar dari bahan pangan. Cairan ini kaya akan nutrien sehingga akan digunakan
oleh mikroba sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan
hal ini, dapat dimengerti mengapa mikroba baru melakukan proses pembusukan
setelah kesegaran bahan pangan menurun.
Enzim yang berperan dalam proses perombakan selama
pembusukan dapat berasal dari bahan pangan atau mikroba yang tumbuh dalam bahan
pangan tersebut. Makin banyak populasi mikroba makin banyak pula jenis dan
jumlah enzim yang berperan dalam proses perombakan.
Dengan demikian, makanan busuk banyak mengandung mikroba
yang dapat menjadi sumber penyebab penyakit. Selain mengandung mikroba, bahan
makanan yang busuk juga mengandung senyawa beracun yang dihasilkan oleh
mikroba. Makanan demikian, sekalipun dikonsumsi dalam jumlah kecil sudah dapat
menimbulkan keracunan
- Apakah yang dimaksud dengan
kerusakan makanan karena mikroba???
Kerusakan makanan karena mikroba berarti kerusakan makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan ragi). Mikrorganisme
dapat tumbuh pada hampir semua jenis produk pangan. Karena mikroorganisme
terdapat di mana-mana, resiko kerusakan karena mikroorganisme selalu ada.
Ada ribuan jenis mikroorganisme, dan pada kondisi yang
sesuai, sebagian besar dapat tumbuh pada berbagai jenis produk. Pertumbuhannya
tergantung pada jenis makanan, tipe mikroorganisme, temperatur, dan faktor
lainnya.
Produk-produk kering seperti roti dan biskuit tidak cukup
lembab untuk pertumbuhan bakteri. Kerusakan pada produk-produk ini biasanya
disebabkan oleh jamur.
Produk-produk yang asam, diasinkan, atau mengandung banyak
gula dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme. Produk-produk yang
demikian hanya dapat dirusak oleh mikroorganisme tertentu, yang telah beradaptasi
dengan lingkungan yang demikian.
Kebanyakan mikroorganisme tidak berbahaya. Produk yang rusak
belum tentu berbahaya, tetapi rasanya menjadi tidak enak. Untuk keamanan,
sebaiknya jangan mengkonsumsi produk yang sudah rusak.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dengan adanya teknologi pangan dan
makanan yang telah diintroduksikan ke dunia industri dan
masyarakat, kini telah dimanfaatkan secara luas dalam berbagai industri.
Proses pengawetan panganpun telah lama memanfaatkannya untuk berbagai bahan
pangan dan makanan dan telah dilepaskan ke masyarakat luas, seperti berbagai
jenis buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan bumbu masak, berbagai jenis hasil
laut, berbagai jenis daging, masakan jadi, gandum dan kentang.
Negara berkembang telah menetapkan swasembada pangan sebagai
salah satu tujuan pembangunan dan ekspor pangan merupakan sumber
penghasilan. Oleh karena itu pengurangan kehilangan pangan merupakan
kebutuhan yang penting. Maka Iradiasi pangan, selain mengurangi kehilangan
pangan dapat memberikan keuntungan khusus dibandingkan dengan cara pengolahan
pangan konvensional. Namun proses pengelolaan pangan dan makanan tidak
hanya memerlukan tenaga terlatih dan peralatan khusus, tetapi juga sistem peraturan
perundang-undangan untuk memastikan bahwa proses ini akan dilaksanakan dengan
benar dengan standar keamanan yang sudah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Retno Widyani. 2001. Prinsip
Pengawetan Pangan. Diktat Kuliah.Program Pascasarjana Universitas
Swadaya Gunung Jati. Cirebon.
Norman W Desrosier. 1988. Teknologi
Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home