Makalah Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya
dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun
yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat
bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai dasar negara, tentu Pancasila ada yang
merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Tuhan YME dan
ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa
selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga
sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan
hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah
diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh
perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir
Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat
bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah
karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang
dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham
lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri
dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak
oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan
ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia
berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak
oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah,
karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa
Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar
falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang
telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya
keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam
penulisan ini kami kelompok 3 memperoleh hasil yang diinginkan, maka kami
sebagai penyusun mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu
adalah:
1.
Apakah
fungsi asas-asas yang ada dalam Pancasila untuk Negara Indonesia?
2.
Apakah
bukti bahwa Pancasila dijadikan sebagai dasar negara Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Pancasila.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang
Pancasila sebagai dasar negara.
3. Untuk mengetahui asas-asas yang
terkancung dalam Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Sejarah Pancasila
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum
DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia
menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula
oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR
No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum
di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni
sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia.
Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut
ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang
dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang
merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan:
kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila
dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan
konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua
golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena
mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran
terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak
menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam
satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo:
“Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan
sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas
aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala
golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan
pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung
arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam
seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30)
menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil
dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral
(utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara
yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk
melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa
Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan
kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia
adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan
ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan
sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan
yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila
dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila
kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai
satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak
dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun
1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan
menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid
Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang
beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang
perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah
akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai
dasar negara sesungguhnya berisi:
- Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kemanusiaan yang adil dan
beradab,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
- Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
2.2. Peranan
Pancasila Di Era Reformasi
2.3.1.
Pancasila sebagai paradigma
ketatanegaraan
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan
artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa
Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan
negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam
Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk
tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan
sila-sila Pancasila.
2.3.2.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional bidang sosial politik
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud
cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :
a. Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mementingkan
kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan ;
c. Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan ;
d. Dalam
pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang
adil dan beradab ;
e. Tidak dapat
tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi
bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2.3.Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar
Negara
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari
melalui pembentukan BPUPKI dan PPKI. Generasi Soekarno-Hatta menunjukan
ketajaman intelektual dengan merumuskan gagasan vital seperti yang tercantum di
Pembukaan UUD 1045 dimana Pancasila ditegaskan sebagai kesatuan integral dan
integratif. Prof. Notonagoro sampai menyatakan Pembukaan UUD 1945 adalah
dokomen kemanusiaan terbesar setelah American Declaratiom of Independence
(1776).
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang
universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi
bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar
negara merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya
Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi
dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif. Pancasila
bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru
merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi
berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu :
1. Tahun 1945-1948 merupakan tahap
politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada nation and character building.
Semangat perstuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi
ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis
dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara secara ilmiah
filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi
ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila
(Notonagoro, 1950)
Resonansi
Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”,
maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu
state building.
2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap
pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan
Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi
cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara
politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G
30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidak merataan pembangunan dan
sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada
disintegrasi bangsa. Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi
dengan tepat tanpa perlu mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional.
Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan
“Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme
telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan
ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga
perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai
memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme
yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui
oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan
gelombang aneksasinya kapitalisme.
3. Tahun 1995-2020 merupakan tahap
“repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan
yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah
berlangsung jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal
“embrionial” di abad 15 ditandai dengan munculnya negara-negara kebangsaan,
munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif
menunjukkan suatu proses dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai
partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan
obyektif globlaisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu,
“menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks. Menghadapi
arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara
semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru
kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba
tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki
“mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang
akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara
teknis-positivistik dan pragmatis semata.
2.4.Makna Revitalisasi Pancasila Sebagai
Dasar Negara Indonesia
Nilai-nilai luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan
nasional kini telah tersapu oleh kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama
mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara tidak sebagai sesuatu substantif,
melainkan di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di
Orde Baru yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang
dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai
Mandatoris MPR. Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan
menghadapi jalan buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi
adanya krisis ekonomi. Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena
kehidupan menjadi hambar, kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan
piritual. Pancasila malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran
dalam kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu
kesatuan integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu
diletakkan kembali, maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama,
menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang mengalami
disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna
bahwa Pancasila harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan
dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Realitasnya: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya dikonkretisasikan sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang
tumbuh dan berkembang dlam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang
bersifat sein im sollen dan sollen im sein. Idealitasnya: dalam arti bahwa
idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna,
melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan
optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif,
menuju hari esok lebih baik. Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila
bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan
normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan
zaman yang berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya,
Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka
tunggal Ika”
Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus
diarahkan pada pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan
sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas
juga memerlukan hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak
didukung oleh hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan
hukum disusun tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan
dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
2.5.Arti Pentingnya Peran Pendidikan
Tinggi
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara
maka disiapkan tenaga dosen yang mampu mengembangkan MKU Pancasila untuk
mempersiapkan lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi
yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan
mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang
mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan
dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan
Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi
sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama,
pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis,
ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhan kepada
nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk
jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is
matter of being). Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap
harus menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap
bangsa juga selalu mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya
preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan
telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam
format MKU, kita berpedoman pada wawasan :
1. Spiritual, untuk meletakkan landasan etik,
moral, religius sebagai dasar dan arah pengembangan profesi
2. Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila
adalah aspek being, tidak sekedar aspek having
3. Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4. Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa
harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang
“terbuka”.
2.6.Kelebihan Pancasila Sebagai Dasar
Negara
Pancasila sebagai ideologi
memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan
metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia
digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia.
Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan
kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga
negara dengan tanah airnya
Pandangan Soekarno yang
demikian ini merupakan pengulangan dari apa yang pernah ia ucapkan pada Pidato
1 Juni, Hari Lahirnya Pancasila.
Bukti bahwa ideologi pancasila
lebih baik dari dua ideologi itu karena Pancasila memuat pokok-pokok pikiran
sedemikian rupa :
Pertama, sila Ketuhanan memuat
pokok-pokok pikiran bahwa manusia Indonesia menganut berbagai agama, dengan
kata lain ada kebebasan untuk beragama dan tidak beragama, serta ada kebebasan
untuk berpindah agama (keyakinan)nya. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada
Tuhan-pun, karena toleransinya yang sudah menjadi sifat bangsa Indonesia,
mengakui bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik
dari bangsanya, sehingga mereka menerima sila Pertama ini.
Kedua, Nasionalisme Indonesia
(maksudnya sila ke-3 dari Pancasila) bukanlah chauvinisme. Bangsa Indonesia
tidak menganggap diri lebih unggul dari bangsa lain. Ia tidak pula berusaha
untuk memaksakan kehendaknya kepada bangsa-bangsa lain (bandingkan dengan
ideologi imperialisme dan kapitalisme). Di Barat, Nasionalisme berkembang
sebagai kekuatan agresif yang mencari daerah jajahan demi keuntungan ekonomi
nasionalnya. Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin nasionalisme adalah gerakan
pembebasan, gerakan protes terhadap penjajah akibat penindasan Barat.
Ketiga, Internasionalisme
(maksudnya sila Kemanusiaan yang adil dan beradab) menghendaki setiap bangsa
mempunyai kedudukan yang sederajat, setiap bangsa menghargai dan menjaga
hak-hak semua bangsa.
Keempat, demokrasi (maksudnya
sila ke-4 dari Pancasila) telah ada sejak dahulu di bumi Indonesia meskipun
bentuknya beda dengan demokrasi yang ada di Barat. Demokrasi di Indonesia
mengenal tiga prinsip: mufakat, perwakilan, dan musyawarah.
Kelima, Keadilan Sosial. Pada
sila ini terkandung maksud untuk keadilan dan kemakmuran sosial, jadi bukan
keadilan dan kemakmuran individu. Hanya dalam suatu masyarakat yang makmur
berlangsung keadilan sosial.
Sebagai bukti bahwa (ideologi) Pancasila mendapat dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, Soekarno mengajak semua unsur (golongan) yang ada di Indonesia dalam pidatonya itu.
Sebagai bukti bahwa (ideologi) Pancasila mendapat dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, Soekarno mengajak semua unsur (golongan) yang ada di Indonesia dalam pidatonya itu.
Mereka yang ikut di belakang
Soekarno pada waktu itu adalah: para pejabat tinggi dan para politisi. Mereka
terdiri atas para panglima militer, ulama besar dari berbagai agama yang ada di
Indonesia. Ada pimpinan Partai Komunis Indonesia, ada perwakilan dari golongan
Katolik dan Protestan, dan ada pula sejumlah pimpinan dari golongan nasionalis
(PNI dan lain-lain). Diikutsertakan dalam delegasi ke SU PBB itu adalah wakil buruh,
tani, wakil golongan perempuan, dan wakil golongan cendekiawan.
Mengingat Pancasila, terutama
demokrasi yang menitikberatkan musyawarah-mufakat, yang tidak ada dalam
demokrasi Barat, maka Soekarno mengajak supaya bangsa-bangsa di dunia mengikuti
ideologi Pancasila. Demikianlah kata Soekarno dalam sidang itu, ‘Cara
musyawarah ini dapat dijalankan, karena wakil-wakil bangsa kami berkeinginan
agar cara-cara itu dapat berjalan….. semua menginginkannya, karena semuanya
menginginkannya tercapainya tujuan jelas dari Pancasila, dan tujuannya yang
jelas itu ialah masyarakat adil dan makmur.’
Dewasa ini, alih-alih Pancasila
bisa diterima bangsa-bangsa di dunia, nasib ideologi Pancasila pun di dalam
negeri masih dalam pertaruhan. Penyelewengan terhadap Pancasila mulai kentara
di era Orde Baru. Pancasila telah dijadikan instrumen politik untuk menjaga
status quo. Pancasila telah dijadikan asas tunggal. Yaitu satu-satunya asas
yang menjadi dasar untuk hidup berbangsa, bernegara, bermasyarakat, termasuk
dalam asas Politik.
Pancasila kemudian dijadikan
tafsir yang bersifat monolitik, direktif, kaku, dan berorientasi ‘menghukum’
lawan-lawan politik pemerintah. Ada usaha, memang, untuk mengembalikan
Pancasila berikut tafsirnya, sesuai dengan semangat para pejuang kemerdekaan,
Pancasila yang dikehendaki Soekarno, Pancasila yang ditawarkan ke Sidang Umum
PBB 30 September 1960. Tetapi, kondisi sekarang sudah berbeda dengan kondisi
ketika Soekarno masih berkuasa. Indonesia sekarang, bahkan mulai Orba berkuasa,
sudah dicengkram oleh kekuatan Neoliberalisme (penjajah baru yang lebih masif
dan canggih dibandingkan dengan nenek moyangnya, Imperialisme dan Kapitalisme).
2.7.Pancasila
saat ini
Sebagai contoh warga Indonesia yang aktif di organisasi
"Persaudaraan"
ini menyebut tidak
adanya keadilan
sosial. Para pemimpin negara yang
semestinya memakmurkan rakyat, tapi ternyata
tidak. Kekayaan
rakyat dicuri,
dirongrong dan semua amburadul.
Indonesia sekarang
banyak menghadapi problem besar. Korupsi semakin merajalela. Hukum dimanipulasi, bukan
digunakan
untuk melindungi kepentingan rakyat,
tapi untuk melindungi penjahat-penjahat atau
koruptor-koruptor
di kalangan para
penguasa
negara, dan
juga
terorisme.
Kerukunan beragama yang
sebenarnya dituntut oleh Pancasila, juga jauh
dari kenyataan di Indonesia saat ini. Dengan sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa seyogyanya masyarakat bebas
beragama. Tapi kenyataannya tidak
demikian.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pancasila sebagai
pandangan
hidup
suatu bangsa
dan dasar
negara Republik Indonesia. Pancasila telah melekat dan men-darah daging
pada masyarakat Indonesia. Maka masyarakat Indonesia menjadika Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun
menjadikan
Pancasila
sebagai perjuangan utama oleh masyarakat banggsa Indonesia. Oleh karena
itu, setiap warga negara
mulai menerapkan nilai- nilai pada Pancasila tersebut baik di daerah maupun di pusat.
3.2.Saran
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup
dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara
Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai
menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa Pancasila adalah sebagai dasar negara
Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini
Kita dapat dengan mudah mengaplikasikan sila-sila Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Caranya antara lain menghormati
anggota teman, guru keluarga dan orang yang lebih tua, melakukan musyawarah
mufakat dalam mengambil keputusan, serta menghargai dan menghormati teman atau
orang lain yang berbeda agama.
Cara lainnya adalah membantu orang lain yang kesusahan
sesuai dengan kemampuan masing-masing, tidak mencuri dan berbuat yang merugikan
orang lain, bersikap dan beperilaku sopan santun kepada siapa pun, serta
bersikap adil dalam berbagai tindakan
DAFTAR
PUSTAKA
Astrid S. Susanto Sunario, 1999, Masyarakat
Indonesia Memasuki Abad ke Dua puluh Satu, Jakarta: Ditjen Dikti.
Depdikbud. Mubyarto, 2000, Membangun
Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE.
Suwarno, P.J., 1993,Pancasila
Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta:
Azizullah. 2009. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI. http://azizullah 82.blogspot.com/.
diakses tanggal 16 Januari 2013.
Djamal. DRS.D. 1986. POKOK-POKOK BAHASAN PANCASILA. Bandung: Remadja
Karya CV.
Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2007. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK
PERGURUAN TINGGI. Yogyakarta: Paradigma.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home