Manusia dan Tugasnya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Manusia hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat
perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam,
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia
dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang
akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia
diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi,
serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Jelaskan pengertian manusia menurut
islam ?
2.
Sebutkan tujuan penciptaan manusia ?
3.
Jelaskan fungsi dan peran manusia
dalam islam ?
4.
Jelaskan tanggung jawab manusia
sebagai hamba dan khalifah Allah ?
1.3.Tujuan Penulisan
Agar lebih mengerti tentang fungsi dan tanggung jawab manusia sebagai hamba
dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Manusia Menurut Agama Islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain
al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti
suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti
manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti
anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk
yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk
kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi
lewat wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia.
Informasi itu diberi- Nya melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu
ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia berusaha mencari,
meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima mentah demikian saja.
Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan sunnah rasul
secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian
laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang benar bersumber
dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh lingkungan.
Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya
bahwa manusia terdiri dari unsur-unsur: jasad, ruh, nafs, qalb, fikr, dan
aqal.
A. Jasad
Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan
diciptakan dari tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui
proses yang dimulai dari sari pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai
sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel telur), yang keluar dari tulang sulbi
(laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (a-Thariq: 5-7). Sperma dan
ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu (alaqah),
kemudian menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang dan dibalut
lagi dengan daging.
Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan
suatu kekuatan ruh ibu, menjadikan ia seorang anak manusia.
Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan,
nilai-nilai kejiwaan untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk
dapat mewujudkan sperma dan ovum berkualitas tinggi, baik dari segi materinya
maupun nilainya, Alquran mengharapkan agar umat manusia selalu memakan makanan
yang halalan thayyiban (Surat Al-baqarah: 168, Surat Al-maidah 88, dan surat
Al-anfal 69). Halal bermakna suci dan berkualitas dari segi nilai Allah.
Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan berkualitas dari segi materinya.
B. Ruh
Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin
dalam kandungan (Surat Al-Hijr 29, Surat As-Sajadah 9, dan surat Shaad 27)
ketika janin berumur 4 bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa dikenal
adanya istilah ruhani, kata ini lebih mengarah pada aspek kejiwaan, yang dalam
istilah Al-Qur’an disebut nafs.
Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :
ü
Membawa dan menerima wahyu (Surat
As-Syuara 193)
ü
Menguatkan iman (Surat Al-Mujadalah
22)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap
menerima beban perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan
ruh, seharusnya ia elalu meningkatkan keimanannya terhadap Allah. Hal itu
berarti mereka yang tidak ada usaha untuk menganalisa wahyu Allah serta tidak
pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya setiap saat berarti dia
mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.
C.Nafs
Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Qur’an
menginformasikan bahwa yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada Surat
Al-Anbiya ayat 35 dan Surat Al-Ankabut ayat 57, Surat Ali-Imran ayat 185.
Hadist menginformasikan bahwa ruh manusia menuju alam barzah sementara jasad
mengalami proses pembusukan, menjelang ia bersenyawa kembali secara sempurna
dengan tanah.
Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:
ü
Nafs Al-amarah (Surat Yusuf ayat
53), ayat ini secara tegas memberikan pengertian bahwa nafs amarah itu
mendorong ke arah kejahatan.
ü
Nafs Al-lawwamah (Surat Al-Qiyamah
ayat 1-3 dan ayat 20-21) dari penjelasan ayat tersebut terlihat bahwa yang
dimaksud dengan nafs lawwamah ini adalah jiwa yang condong kepada dunia dan tak
acuh dengan akhirat.
ü
Nafs Al-Muthmainnah (Surat Al-Fajr
ayat 27-30). Nafs muthmainnah ini adalah jiwa yang mengarah ke jalan Allah
untuk mencari ketenangan dan kesenangan sehingga hidup berbahagia bersama
Allah.
2.2.Tujuan
Penciptaan Manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian
penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan)
maupun ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta
dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh
karena itu penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak
membutuhkan sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya.
Dalam hal ini Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyambah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah
maha pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat,
51:56-58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian
itulah agama yang lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan
dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam
semesta. Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh.
Keseimbangan pada kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan
bagian-bagian alam semesta yang lain, inilah tujuan penciptaan manusia di
tengah-tengah alam.
2.3.Fungsi dan
Peranan Manusia Dalam Islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah
sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran
Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan
ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru
setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah
ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
- Belajar (surat An naml : 15-16
dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al
Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
- Mengajarkan ilmu (al Baqoroh :
31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib untuk
mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah adalah
Al Quran dan juga Al Bayan
- Membudayakan ilmu (al Mukmin :
35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada
orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar
membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah
kepada manusia.
ü
Menjadi abdi Allah. Secara sederhana
hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi
kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang
dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah
meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan
pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat :
56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”
ü
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir
ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang
demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga
manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang
menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum
dalam QS Al A’raf : 172
ü
“Dan (ingatlah), keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau
Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
ü
Khalifah Allah sebenarnya adalah
perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi yang telah ditentukan Allah
sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud
Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud
sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan
alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat
manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab
ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
2.4.Tanggung Jawab Manusia Sebagai
Hamba Dan Khalifah Allah
Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya
untuk kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri
sendiri saja. Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan
sesama umat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga
instansi, yaitu :
1.
Pertanggung jawaban pada diri
sendiri.
2.
Pertanggung jawaban pada
masyarakat.
3.
Pertanggung jawaban pada Allah.
2.4.1. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan,
ketundukan, dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak
diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan
ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah)
kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba
(budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas
segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban
manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ تُوا وَيُؤْ الصَّلاةَ
وَيُقِيمُوا حُنَفَاءَ الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِي اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلا
أُمِرُوا وَمَا
Artinya “Padahal mereka
tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” –
(QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah
memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam
istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang
bertambah atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap
keluarga . tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung
jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan
perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan
dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan
keluargamu dengan iman, dari neraka).
2.4.2. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang
harusdipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia
dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi
muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang
kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan
untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepadamanusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah
danmendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu
hokum-hukumTuhan baik yang tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang
tersirat dalamkandungan pada setiap gejala alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili adalah
wakil yang mengingkarikedudukan dan peranannya serta mengkhianati kepercayaan
yang diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan
kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah
dalamsurat fathir : 39.
مَقْتًۭا إِلَّا رَبِّهِمْ عِندَ
هُمْ كُفْرُ ينَ ٱلْكَٰفِرِ يَزِيدُ وَلَا كُفْرُهُ فَعَلَيْهِ كَفَرَ فَمَن
ٱلْأَرْضِ فِى خَلَٰٓئِفَ جَعَلَكُمْ ٱلَّذِى هُوَ خَسَارًۭا إِلَّا كُفْرُهُمْ ٱلْكَٰفِرِينَ يَزِيدُ وَلَا
Artinya : “Dia-lah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka
(akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang
kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka”.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,
ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari
kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al
‘imarah).
Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya dengan adil
dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah, supaya generasi
berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.
Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari
pihak manapun (ar ri’ayah).
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan
akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena
sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam. Oleh karena
itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah
dan‘abdun merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan
dinamika hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu
berpihak pada nilai-nilai kebenaran.
Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap
muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan
lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh
ketingkat yang paling rendah, seperti firman Allah
تَقْوِيمٍأَحْسَنِفِي الإنْسَانَ خَلَقْنَا لَقَدْ
Artinya : “Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” – (QS.95:4)
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami dapat
menyimpulkan bahwa hakekat manusia dalam pandangan islam yaitu sebagai khalifah
di bumi ini. Yang mampu merubah bumi ini kearah yang lebih baik. Hal yang menjadikan
manusia sebagai khalifah adalah karena manusia memiliki kelebihan yang tidak
dimiliki makhluk lainnya, seperti akal dan perasaan. Selain itu manusia
diciptakan Allah dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Allah yang paling
sempurna.
Daftar
Pustaka
Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem
Ethika Islam. Jakarta: pustaka panjimas.
Hasan, Aliah B purwakania . 2006 . Psikologi
Perkembangan Islam . Jakarta: Rajagrafindo persada.
Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam
Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Rachmat, Noor. 2009. Islam
dan Pembentukan Akhlak Mulia. Depok: Ulinnuha press.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home