Friday, May 12, 2017

Psikologi Agama

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Aspek kejiwaan yang berkaitan dengan keagamaan mengalami prosesperkembangan menurut fase-fase tertentu dalam mencapai tingkat kematangannya. Para ahli Psikologi agama membedakan tingkat perkebngan tersebut dari berbagai pendekaan. Ernest Harms misalnya, menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat usia perkembangan agama pada anak-anak menjelang usia dewasa. Kemudian Sigmung Freud menggunakan gejala-gejala ketaksadaran, Edward Sparanger menggunakan pendekatan berdasarkan pandangan hidup. Dan masih banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji perkembangan jiwa keagamaan.
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan-kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti bahwa orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif maupun negative. 
Meskipun  demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi saja. Keadaan dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik perhatian para ahli agama, sehingga mereka berusaha terus-menerus mengajak orang, untuk beriman kepada Tuhan, kembali ke jalan yang benar dan berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.
Dari segi Ilmu Jiwa Agama, dapat dikatakan bahwa perubahan keyakinan atau perubahan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah suatu hal yang terjadi kebetulan saja, dan tidak pula merupakan pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh berbagai proses dan kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari serta mengandung beberapa factor didalamnya. Perubahan jiwa agama pada orang dewasa tersebut sering disebut dengan konversi agama. Dalam penulisan makalah ini, akan dibahas perubahan jiwa agama yang terjadi pada orang-orang yang kesehatan mentalnya tidak terganggu.

1.2.Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian agama dan psiologi agama?
b.      Apa Pengertian konversi agama ?
c.       Sebutkan macam-macam konversi ?
d.      Apa saja faktor yang menyemabkan terjadinya konversi agama ?
e.       Bagaimana  Proses Konversi Agama ?

1.3.Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas salah satu mata kulyah dan sebagai bahan bacaan agar lebih mengerti tentang agama dan konversi agama, supaya bisa jadi bahan pedoman untuk para mahasiswa tentang masalah agama.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Agama Dan Psikologi Agama
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban.
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau) Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird) Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)
Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan
Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang
Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.
Tidak ada satupun definisi tentang agama (religion) yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf, sosiolog, psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut sebagian filsuf religion adalah ”Supertitious structure of incoheren metaphisical notion. Sebagian ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective expression of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah mystical complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa tidak ada batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena religion.
Menurut Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta.
Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan tidak lengkap pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap layak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh (Vergulius Ferm) Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani , psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang
Kepercayaan dan pengamalannya sangat beragam antara tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu sendiri secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal dari kata religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan
Menurut Oxford English Dictionary, religion represent the human recognition of super human controlling power, and especially of a personal God or Gods entitle to obedience and worship, agama menghadirkan ‘ manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan.

A.    Tuhan/ God/Allah
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God
Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama
Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.
Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah mati. Paul Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche (theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar , anda tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agma itu hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alas an rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.
Kematian ayah nya diusia 36 tahun membawa kesedihan yang mendalam pada diri Niersche
Tidak berbeda dengan Nietsche , maka Freud menulis dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang seperti ayahnya , untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra manusia.
Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh, Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan. Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa
Seperti Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang menyimpang , Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan
Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-sendiri: Id adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. Ego (pribadi) tugasnya menghindari ketidak senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai terbentuk ketika anak berumur 1 tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral, hatinurani, rasa salah,


B.     Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi,
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses , pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri, Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius, spiritualitas ádalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman , komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama.

C.     Faith And Belief
Dalam iman , seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. . Maka dari itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas ini bersesuaian dengan majemuknya faham kebapa ilahi
Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin. Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit . Dalam perkembangan ini berperan pengarug orang tua dan lingkungannya.

D.    Keimanan
W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4 level:
1.      Stimulus response verbalism,
Pada level ini keimanan hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan hidup.
2.      Intelectual comprehension
Terlihat pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan
3.      Behavioral demonstration
Pada level ini sebagai akibat kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar ucapan-ucapan saja, behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus yang teguh imannya
4.      Comprehensive integration
Hal-hal yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu
KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti pada kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama

2.2.Pengertian Konversi agama
Sebelum kita berlari ke pengertian konversi Agama, baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian Masing-masing kata Konversi dan Agama.
            Secara etimologis, pengertian konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti: tobat, pindah dan berubah (Agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris conversion yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain(change from one state, or from one religion to another).
Dari pengertian diatas memuat pengertian sebagai berikut :
a.       Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinann seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b.      Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan, sehingga perubahan tersebut dapat terjadi secara berproses atau secamendadak.
c.       Perubahan tersebut tidak hanya berlaku bagi pemindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.      Selain factor kejiwaan dan kondisi lingkungan, maka perubahan itu pun disebabkan oleh factor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Dalam studi keagamaan sering dibedakan antara kata religion dengan katareligiosity.Kata yang pertama religion yang biasa dialih bahasakan menjadi “agama”, pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja, yang mencerminkan sikap  keberagamaan atau kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
Sedangkan secara terminologis, tentang definisi Konversi Agama dapat dikemukakan beberapa pendapat antara lain:
a.       Max Heirich mengatakan bahwa konversi Agama adalah suatu tindakan dimana seorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan.
b.      Wiliam  James mendefinisakan Konversi Agama dengan kata-kata: to be converted, to be regenerated, to receive grace, to experience reliogion, to gain an assurance, are so many prhases which denotes to the process, gradual or sudden, by which a self hither devide and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously light superior and happy, in consequence of its firmer hold upon  religious realities.

2.3.Macam – Macam Konversi
Sebagaimana diungkapkan kembali oleh Bernarnd Spilka membagi konversi menjadi dua macam yaitu:
1.      Type Valitional {perubahan secara bertahap}
Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit dmi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru. Konversi yang  demikian ini sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang inginmenjauhkan dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
2.      Type Self Surrender {perubahan secara dratis}
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.
Menurut Wiliam james pada konversi jenis kedua ini terdapat pengaruh petunjuk Tuhan yang maha kuasa terhadap seseorang. Sebab, gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehigga ioa menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya.Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut menurut tinjauaan para psikolog adalah berupa pembebasan diri dari tekanan batin.

2.4.Faktor yang Menyemabkan Terjadinya Konversi Agama
            Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor pendorong konversi.Wiliam James dalam bukunya The Varieties of Religiouse Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan factor yang mendorong terjadinya konversi agamatersebut.Para ahli Agama menyatakan bahwa factor pendorong terjadinya Konversi Agama adalah Petunjuk Ilahi.Para ahli sosiologi berpendapat bahwa penyebab terjadinya konversi agama adalah pengaruh social.Para ahli Psikologi berpendapat bahwa pendorong terjadinya konversi agama adalah factor psikologis yang ditimbulkan oleh factor intern maupun ekstern.
1. Faktor intern
Yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah Kepribadian dan Pembawaan.
2. Faktor Ekstern
Di antara factor luar yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
a)      Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual kurang mendapatkan kaum kerabat dan lain sebagainya. Kondisi demikian menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.
b)      LingkungantempattinggalOrang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan disuatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara.
c)      Perubahan status terutama yang berlangsung secraa mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi aagama, misalnya: perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan menikah dengan orang yang berlainan agama dan sebagainya.
d)     Kemiskinan Kondisi social ekonomi yang sulit juga merupakan factor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama.
William James (dalam Ramayulis 2002, hal: 70), menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa terjadinya konversi agama karena:
a)      Adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap.
b)      Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses).
Berdasarkan kesimpulan ini William James, Starbuck (dalam Ramayulis 2007, Hal 70- 71), membagi konversi agama menjadi 2 tipe:
1. Tipe Volational (Perubahan bertahap)
Perubahan agama tipe ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
2. Tipe Self-Surrender (Perubahan Drastis)
Konversi tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan inipun dapat terjadi dari kondisi yang tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya kepada suatu agama kemudian menjadi percaya dan sebagainya. Pada konversi tipe kedua ini menurut William James adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri sefseorang sehingga ia menerima kondisi yang bru dengan pnyerahan jiwa sepenuh-penuhnya.
Faktor – faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian, secara psikologi kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan kekuatan lainyang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. (Jalaluddin, 2008: 314-317).

2.5.Proses Konversi Agama
            Menurut Jalaludin (2004:271-273) proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung dimana bangunan lama dibongkar dan di tempat yang sama didirikan bangunan baru yang berbeda dengan bangunan sebelumnya.
            M.T.L. Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsure yaitu:
1.      Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi yang disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seorang berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.      Unsur dari luar (Exogenos origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok, sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran, mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.
Kedua unsur tersebut kemudian mempengaruhi kehidupan batin untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi, disini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin, terciptalah suatu ketenangan.


BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang.
Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.












Daftar Pustaka

Jasa Jalaludin. Psikologi Agama. 2007. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. 2004. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Rahmad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama: Jakarta.

Rahmad, Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Penerbit: Mizan media buku utama, Jakarta.

Awwad, Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Gema Insani Press: Jakarta.

H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

H. Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya, 2009

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home