Psikologi Agama
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Aspek kejiwaan yang berkaitan dengan
keagamaan mengalami prosesperkembangan menurut fase-fase tertentu dalam
mencapai tingkat kematangannya. Para ahli Psikologi agama membedakan tingkat
perkebngan tersebut dari berbagai pendekaan. Ernest Harms misalnya, menggunakan
pendekatan berdasarkan tingkat usia perkembangan agama pada anak-anak menjelang
usia dewasa. Kemudian Sigmung Freud menggunakan gejala-gejala ketaksadaran,
Edward Sparanger menggunakan pendekatan berdasarkan pandangan hidup. Dan masih
banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji perkembangan jiwa
keagamaan.
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah
kegoncangan-kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang
berarti bahwa orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman
jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif
maupun negative.
Meskipun demikian, dalam
kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa
pada usia dewasa. Bahkan perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan
kadang-kadang masih terjadi saja. Keadaan dan kejadian-kejadian itu, sangat
menarik perhatian para ahli agama, sehingga mereka berusaha terus-menerus
mengajak orang, untuk beriman kepada Tuhan, kembali ke jalan yang benar dan
berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.
Dari segi Ilmu Jiwa Agama, dapat dikatakan bahwa
perubahan keyakinan atau perubahan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah suatu
hal yang terjadi kebetulan saja, dan tidak pula merupakan pertumbuhan yang
wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh berbagai proses
dan kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari serta mengandung beberapa factor
didalamnya. Perubahan jiwa agama pada orang dewasa tersebut sering disebut
dengan konversi agama. Dalam penulisan makalah ini, akan dibahas perubahan jiwa
agama yang terjadi pada orang-orang yang kesehatan mentalnya tidak terganggu.
1.2.Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian agama dan psiologi agama?
b.
Apa Pengertian konversi agama ?
c.
Sebutkan macam-macam konversi ?
d.
Apa saja faktor yang menyemabkan terjadinya konversi agama ?
e.
Bagaimana Proses Konversi Agama ?
1.3.Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
salah satu mata kulyah dan sebagai bahan bacaan agar lebih mengerti tentang
agama dan konversi agama, supaya bisa jadi bahan pedoman untuk para mahasiswa
tentang masalah agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Agama Dan Psikologi Agama
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat
berarti obligation/kewajiban.
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah
kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak
ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat
manusia (James Martineau) Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta,
makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward
Caird) Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna
tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)
Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang
keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan
Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai
pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam
kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai
supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih
bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang
Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya
intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya
keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.
Tidak ada satupun definisi tentang agama (religion)
yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf, sosiolog, psikolog
merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut sebagian filsuf
religion adalah ”Supertitious structure of incoheren metaphisical notion.
Sebagian ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective
expression of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion
sebagai “the opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah
mystical complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa
tidak ada batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena
religion.
Menurut Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan
Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh
mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan pemahaman,
tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk didalamnya
keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada dunia wujud
itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak dapat
membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang mendalam
seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan
buta.
Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan
sampai tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan tidak lengkap
pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap
layak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh (Vergulius Ferm) Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan
memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia
sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya
sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya,
tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia
menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang
menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan
politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup
bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani ,
psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang
Kepercayaan dan pengamalannya sangat beragam antara
tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu sendiri secara
keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal dari kata
religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan
Menurut Oxford English Dictionary, religion represent
the human recognition of super human controlling power, and especially of a
personal God or Gods entitle to obedience and worship, agama menghadirkan ‘
manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan
atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang
mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan
beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama
sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama
meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne
yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap,
bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar
tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk
mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu
pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada
tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi
sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa.
Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang
Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang
pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman
agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan
empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman
keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan,
proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa
agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut
agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan.
A. Tuhan/ God/Allah
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan
yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very
personal nature and an irresistible influence, I call it God
Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi
sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia
menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari
kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio
sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama
Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi
sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend).
Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya
lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan
suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini
timbullah konsep tentang Tuhan.
Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak
percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang
bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah mati. Paul
Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche
(theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar , anda
tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agma itu
hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alas an rasional
,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak Tuhan
seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.
Kematian ayah nya diusia 36 tahun membawa kesedihan
yang mendalam pada diri Niersche
Tidak berbeda dengan Nietsche , maka Freud menulis
dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan
yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari
desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan
menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia
yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita
ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak membangkitkan
kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang Bapa jadi
peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan ketakutan kira
akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak mengidola ayahnya
sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak berdaya, setelah
dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha perkasa, ia kembali
ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang seperti ayahnya ,
untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia
diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra
manusia.
Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis
berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri
seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara
keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang
menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh
ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah (sense of guilt)
pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah membunuh timbul
rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide membuat suatu cara
penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh, Realisasi dari
pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan. Sigmund freud yakin
akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa
Seperti Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai
bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang menyimpang , Ia membenci
ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya,
Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi
freud agama adalah irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons
pada situasi yang tak terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan
Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya
fungsi sendiri-sendiri: Id adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada
dibawah pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. Ego
(pribadi) tugasnya menghindari ketidak senangan dan rasa nyeri dengan melawan
atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia
luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme
pembelaan seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai
terbentuk ketika anak berumur 1 tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang
diletakkan kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego
(internalisasi) yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam,
biarpun orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk
umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id,
mengadung moral, hatinurani, rasa salah,
B. Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan
mendifinisikan agama/religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog
membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spitual mempunyai beberapa
arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau
menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai
factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan
psikologi,
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari
kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja
“Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah
untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual
berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau
kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan
kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup.
Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan
kesejahteraan seseorang.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang
abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan
Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat
kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi
memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan
eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau
lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang
bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah
tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan
berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan
dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari
alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual
memiliki dua proses , pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan
internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah
yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan
internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya
kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar
melalui pengalaman dan kemajuan diri, Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius, spiritualitas ádalah
kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama
ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas
dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan
kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan
kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh
anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman , komunitas dan kode etik,
dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu
(keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus
dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut
agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat
spiritualitas yang sama.
C. Faith And Belief
Dalam iman , seorang manusia berkeyakinan bahwa ia
berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman
kepercayaan. . Maka dari itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian,
gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah
yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam
manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan terdapat
hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya
yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar
kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan
kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan
yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas ini bersesuaian dengan
majemuknya faham kebapa ilahi
Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman
dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi
yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita
percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya
kewajiban terhadap kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis , kata
iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau
kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada
Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga
mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin.
Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit .
Dalam perkembangan ini berperan pengarug orang tua dan lingkungannya.
D. Keimanan
W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan
seseorang kedalam 4 level:
1.
Stimulus response verbalism,
Pada level ini keimanan
hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar,
mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata
atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang
oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir
akan dikembangkan oleh anak dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya,
dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan
hidup.
2.
Intelectual comprehension
Terlihat
pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih
kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam
setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian
proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa
dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan
3.
Behavioral demonstration
Pada level
ini sebagai akibat kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam
timdakannya. Tingkah laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada
sekedar ucapan-ucapan saja, behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus
yang teguh imannya
4.
Comprehensive integration
Hal-hal
yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari
pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup
ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga
perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu
KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti
pada kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark
bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama
2.2.Pengertian Konversi agama
Sebelum kita berlari ke pengertian konversi Agama,
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian Masing-masing kata Konversi
dan Agama.
Secara
etimologis, pengertian konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti:
tobat, pindah dan berubah (Agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam
kata Inggris conversion yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu
agama ke agama lain(change from one state, or from one religion to another).
Dari pengertian diatas memuat pengertian sebagai
berikut :
a.
Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinann seseorang terhadap agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
b.
Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan, sehingga perubahan
tersebut dapat terjadi secara berproses atau secamendadak.
c.
Perubahan tersebut tidak hanya berlaku bagi pemindahan kepercayaan dari
suatu agama ke agama lain, akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan
terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.
Selain factor kejiwaan dan kondisi lingkungan, maka perubahan itu pun
disebabkan oleh factor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Dalam studi keagamaan sering dibedakan antara
kata religion dengan katareligiosity.Kata yang pertama
religion yang biasa dialih bahasakan menjadi “agama”, pada mulanya lebih
berkonotasi sebagai kata kerja, yang mencerminkan sikap keberagamaan
atau kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
Sedangkan secara terminologis, tentang definisi
Konversi Agama dapat dikemukakan beberapa pendapat antara lain:
a.
Max Heirich mengatakan bahwa konversi Agama adalah suatu tindakan dimana
seorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan
atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan.
b.
Wiliam James mendefinisakan Konversi Agama dengan kata-kata: to
be converted, to be regenerated, to receive grace, to experience reliogion, to
gain an assurance, are so many prhases which denotes to the process, gradual or
sudden, by which a self hither devide and consciously wrong inferior and
unhappy, becomes unified and consciously light superior and happy, in
consequence of its firmer hold upon religious realities.
2.3.Macam – Macam Konversi
Sebagaimana diungkapkan kembali oleh Bernarnd Spilka
membagi konversi menjadi dua macam yaitu:
1.
Type Valitional {perubahan secara bertahap}
Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit
dmi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah
yang baru. Konversi yang demikian ini sebagian besar terjadi sebagai
suatu proses perjuangan batin yang inginmenjauhkan dari dosa karena ingin
mendatangkan suatu kebenaran.
2.
Type Self Surrender {perubahan secara dratis}
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang
tanpa mengalami proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu
agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat
menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak
percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.
Menurut Wiliam james pada konversi jenis kedua ini
terdapat pengaruh petunjuk Tuhan yang maha kuasa terhadap seseorang. Sebab,
gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehigga ioa
menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya.Masalah-masalah
yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut menurut tinjauaan para psikolog adalah berupa pembebasan diri dari
tekanan batin.
2.4.Faktor yang Menyemabkan Terjadinya Konversi Agama
Berbagai
ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor pendorong konversi.Wiliam James
dalam bukunya The Varieties of Religiouse Experience dan Max Heirich dalam
bukunya Change of Heart banyak menguraikan factor yang mendorong terjadinya
konversi agamatersebut.Para ahli Agama menyatakan bahwa factor pendorong
terjadinya Konversi Agama adalah Petunjuk Ilahi.Para ahli sosiologi berpendapat
bahwa penyebab terjadinya konversi agama adalah pengaruh social.Para ahli
Psikologi berpendapat bahwa pendorong terjadinya konversi agama adalah factor
psikologis yang ditimbulkan oleh factor intern maupun ekstern.
1. Faktor intern
1. Faktor intern
Yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah
Kepribadian dan Pembawaan.
2. Faktor Ekstern
2. Faktor Ekstern
Di antara factor luar yang mempengaruhi terjadinya
konversi agama adalah:
a)
Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama,
kesepian, kesulitan seksual kurang mendapatkan kaum kerabat dan lain sebagainya.
Kondisi demikian menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin sehingga sering
terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang
menimpa dirinya.
b)
LingkungantempattinggalOrang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat
tinggal atau tersingkir dari kehidupan disuatu tempat merasa dirinya hidup
sebatang kara.
c)
Perubahan status terutama yang berlangsung secraa mendadak akan banyak
mempengaruhi terjadinya konversi aagama, misalnya: perceraian, keluar dari
sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan menikah dengan orang yang
berlainan agama dan sebagainya.
d)
Kemiskinan Kondisi social ekonomi yang sulit juga merupakan factor yang
mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama.
William James (dalam Ramayulis 2002, hal: 70), menyimpulkan
dari hasil penelitiannya bahwa terjadinya konversi agama karena:
a)
Adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga
pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara
mantap.
b)
Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara
mendadak (tanpa suatu proses).
Berdasarkan kesimpulan ini William James, Starbuck
(dalam Ramayulis 2007, Hal 70- 71), membagi konversi agama menjadi 2 tipe:
1. Tipe Volational (Perubahan bertahap)
Perubahan agama tipe ini terjadi secara berproses
sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan
rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai
suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin
mendatangkan suatu kebenaran.
2. Tipe Self-Surrender (Perubahan Drastis)
Konversi tipe ini adalah konversi yang terjadi secara
mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah
pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan inipun dapat
terjadi dari kondisi yang tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya
kepada suatu agama kemudian menjadi percaya dan sebagainya. Pada konversi tipe
kedua ini menurut William James adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa
terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada
diri sefseorang sehingga ia menerima kondisi yang bru dengan pnyerahan jiwa
sepenuh-penuhnya.
Faktor – faktor tersebut apabila mempengaruhi
seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka
akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi
jiwa yang demikian, secara psikologi kehidupan batin seseorang itu menjadi
kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan kekuatan lainyang mampu
memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. (Jalaluddin, 2008: 314-317).
2.5.Proses Konversi Agama
Menurut
Jalaludin (2004:271-273) proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti
proses pemugaran sebuah gedung dimana bangunan lama dibongkar dan di
tempat yang sama didirikan bangunan baru yang berbeda dengan bangunan
sebelumnya.
M.T.L.
Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsure yaitu:
1.
Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam
batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi yang
disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seorang berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2.
Unsur dari luar (Exogenos origin), yaitu proses perubahan yang
berasal dari luar diri atau kelompok, sehingga mampu menguasai kesadaran orang
atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang dari luar ini kemudian menekan
pengaruhnya terhadap kesadaran, mungkin berupa tekanan batin, sehingga
memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.
Kedua unsur tersebut kemudian mempengaruhi kehidupan
batin untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan
ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi, disini terlihat adanya
pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut
sudah serasi dengan kehendak batin, terciptalah suatu ketenangan.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Psikologi agama
yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling
korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya
penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan
kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran
psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat
dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi
kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap
pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses
penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah
di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran
dan pasti terjadi dalam diri seseorang.
Oleh karena itu
pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan
kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi
bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak
sejak usia dini.
Daftar Pustaka
Jasa
Jalaludin. Psikologi Agama. 2007. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. 2004. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Rahmad,
Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama:
Jakarta.
Rahmad,
Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Penerbit: Mizan media buku
utama, Jakarta.
Awwad,
Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Gema Insani Press: Jakarta.
H.
Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
H.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Radar Jaya, 2009
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home